JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Boy Rafli Amar mengatakan, hingga saat ini, Densus 88 sudah mengamankan 11 orang terkait temuan bom di kawasan Bintara, Bekasi.
Dari 11 orang tersebut, baru tujuh yang ditetapkan sebagai tersangka.
"Sebelas orang dengan barang bukti ini, saat ini terus dilakukan pemeriksaan," ujar Boy di kompleks Mabes Polri, Jakarta, Kamis (15/12/2016).
(baca: Wakapolri: Teroris Masalah Serius, Jangan Ada Komentar Pengalihan Isu)
Tersangka Nur Solihin (NS) merupakan pimpinan kelompok kecil teroris itu. Ia merekrut para tersangka lainnya untuk bergabung dalam rencana amaliyah di depan Kompleks Kepresidenan, Jakarta.
NS membeli bahan-bahan untuk pembuatan bom. Ia menerima dua kali kiriman dana dari Bahrun Naim, simpatisan ISIS asal Indonesia, sebagai modal aksi mereka.
"Berencana bersama AS mengantar DYN ke Masjid Istiqlal, menyaksikan pelaksanaan bom bunuh diri oleh DYN di Istana Negara ketika pelaksanaan serah terima jaga paspampres," kata Boy.
(baca: Daya Ledak Bom Terduga Teroris Ngawi Capai Radius 300 Meter)
Kemudian, tersangka Agus Supardi (AS) yang ditangkap di Bekasi berperan sebagai pembawa bom dari Jawa Tengah ke Bekasi.
Bersama NS, ia membawa bom tersebut kepada tersangka Diyan Yulia Novi (DYN) di Bekasi.
Dalam kelompok ini, DYN berperan sebagai calon pengantin wanita yang akan melakukan bom bunuh diri.
(baca: Tujuh Tersangka Teroris Diduga Mampu Merakit Bom)
DYN berkomunikasi dengan Bahrun Naim dan menerima perintah untuk bunuh diri dengan bom. Ia menerima uang Rp 1 juta sebagai biaya hidup sehari-hari dari Bahrun Naim.
"Dia bersama-sama NS mencari kontrakan yang digunakan sebagai save house," kata Boy.
Tersangka lainnya, yaitu Khafid Fathoni berberan sebagai perakit bom "rice cooker". Ia membuat bahan peledak TATP di rumahnya di Ngawi, berdasarkan panduan dari Bahrun Naim.