JAKARTA, KOMPAS.com - Masyarakat adat Kasepuhan Karang di Kecamatan Muncang, Kabupaten Lebak, Banten, harus menempuh proses yang panjang dan melelahkan untuk meminta Pemerintah menetapkan kawasan hutan adat mereka sendiri.
Perwakilan masyarakat Kasepuhan Karang, Jaro Wahid mengatakan, sudah sejak setahun yang lalu masyarakat meminta pemerintah menetapkan kawasan hutan adat seluas 389 hektar.
Namun, hingga saat ini permintaan tersebut belum direalisasikan.
"Sejak kami ajukan bagian dari wilayah adat kami di Kasepuhan Karang untuk ditetapkan sebagai hutan adat, hingga hari ini belum ada keputusan apa pun," ujar Wahid dalam diskusi di Jakarta, Senin (5/12/2016).
Wahid menjelaskan, Pemerintah Kabupaten Lebak sudah mengakui keberadaan masyarakat adat Kasepuhan Karang melalui Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2015.
Setelah Perda tersebut terbit, Wahid mendaftarkan penetapan hutan adat ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada 5 Oktober 2015.
Berbagai persyaratan sesuai Peraturan Menteri Peraturan Menteri LHK Nomor 32 Tahun 2015 tentang Hutan Hak dipenuhi.
Persyaratan itu mencakup surat pernyataan permohonan penetapan hutan adat, Peraturan Daerah tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat, serta peta wilayah hutan adat.
"Pihak kementerian sampai berkunjung ke kawasan hutan untuk mengecek langsung. Kalau tidak mau ditandatangani buat apa persyaratannya dibuat," kata Wahid.
Persoalan lain muncul ketika proses pengajuan penetapan harus diulang. Menurut Wahid, saat itu pihak Kementerian berasalan dokumen yang pertama kali diajukan hilang.
"Malah semua proses harus diulang karena berbagai sebab, salah satunya dokumen pengajuan yang hilang. Situasi ini cukup membuat semangat naik turun. Tapi kami akan terus jalani sampai akhir," ucapnya.
Pada kesempatan yang sama, Direktur The Indonesian Institute for Forest and Environment, Mardha Tillah mengatakan, pemerintah harus segera menetapkan kawasan hutan adat masyarakat agar kelestarian hutan adat tetap terjaga dengan kearifan lokal yang ada.
Mardha menuturkan, kehidupan masyarakat adat Kasepuhan Karang tidak bisa dilepaskan dari keberadaan hutan adat.
Hutan, kata Mardha, menjadi sumber kehidupan karena masyarakat banyak bertani buah-buahan yang dihasilkan di hutan tersebut.
"Pemerintah bilang hutan untuk rakyat, tapi hingga kini tidak ada realisasi. Masyarakat sudah penuhi semua persyaratan. Masyarakat adat itu tidak bisa hidup tanpa hutan," ujar Mardha.
Direktur Perkumpulan HuMa Indonesia, Dahniar Adriani menyatakan, dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU – X/2012 telah dinyatakan bahwa hutan adat bukan bagian dari hutan negara.
Permen LHK 32 tahun 2015 juga mengatur hal serupa. (Baca juga: Masyarakat Adat Tagih Janji Jokowi Terkait Penetapan Kawasan Hutan Adat)
Belum adanya penetapan hutan adat ini, kata Dahniar, juga bertentangan dengan janji Presiden Joko Widodo agar seluruh hambatan dalam merealisasikan dan mengimplementasikan perhutanan sosial segera diatasi.
"Presiden bahkan meminta Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk segera menyederhanakan regulasi dan prosedur agar perhutanan sosial mudah diakses masyarakat, memberikan perhatian terhadap hak-hak masyarakat adat dan segera mengeluarkan penetapan hutan adat, terutama yang telah memenuhi persyaratan," ujar Dahniar.