JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari menjalani pemeriksaan sebagai tersangka di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Siti terjerat kasus pengadaan alat kesehatan untuk kebutuhan Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan dari Dana Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran.
Siti mengaku dimintai keterangan terkait Kepala Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan Kemenkes Mulya Hasjmy.
Mulya telah dihukum atas perkara korupsi pengadaan alkes di RS Prof Dr Sulianti Saroso dan RS Haji Sahudin Aceh Tenggara tahun anggaran 2005.
Namun, Siti merasa heran atas pertanyaan penyidik terkait Mulya. Sebab, kasus yang menimpa Mulya telah berkekuatan hukum tetap di pengadilan.
"Sudah disidangkan. Di sana sudah ada amar putusan. Yang tadinya di Bareskrim kemudian dioper ke sini (KPK). Saya tidak mengerti kok bisa begitu, bagaimana ya aneh juga," kata Siti di Gedung KPK, Rabu (9/11/2016).
Menurut Siti, kebijakannya sebagai Menteri Kesehatan kala itu dalam menanggulangi banjir di Kutacane, Aceh, tidak bisa dipidanakan.
"Kebijakan menteri tidak bisa di-pengadilan-kan, mestinya harusnya gitu," ujar Siti.
Siti juga membantah telah melakukan penunjukan langsung dalam pengadaan alat kesehatan tahun anggaran 2005.
"Tidak penunjukan, menteri tidak bisa menunjuk," ujar Siti.
Mulya juga menjabat Kuasa Pengguna Anggaran dan Pejabat Pembuat Komitmen. Mulya lantas menunjuk bawahannya, Hasnawaty sebagai ketua panitia penunjukan langsung proyek alkes.
Pengadan alkes itu adalah permohonan dari RS Penyakit Infeksi Prof Dr Sulianti Saroso dan RS Haji Sahudin, Aceh Tenggara.
Dengan dalih kejadian luar biasa, Mulya kemudian mengajukan surat permohonan penunjukan langsung kepada Menkes Siti. Siti menyetujui adanya penunjukan langsung.
Mulya lalu mengirimkan surat spesifikasi alkes yang dibutuhkan kepada PT Indofarma sebesar 12,325 miliar.
Direktur Utama Pemasaran Indofarma, M Najib menindaklanjuti dengan surat penawaran harga yang nilainya dinaikkan menjadi Rp 15,625 miliar.
Belakangan, proyek tersebut justru disubkontrakkan oleh PT Indofarma kepada PT Mitra Medika. Kerugian negara akibat tindakan tersebut mencapai Rp 6,168 miliar.