JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi III DPR Lukman Edy menyebutkan, setidaknya ada tiga daerah yang rawan konflik ketika penyelenggaraan Pilkada Serentak 2017.
Pertama, Pilkada di Aceh. Sebab, kata Lukman, pada 2017 Aceh akan menyelenggarakan satu pemilu gubernur dan 20 pilkada kabupaten.
"Calon-calonnya panglima semua. Pilgub Aceh, misalnya. Calonnya gubernur petahana. Wagubnya petahana. Ini orang-orang kuat semua yang punya basis massa kuat dan pendukung yang fanatik," kata Lukman dalam diskusi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (27/10/2016).
Ia mengkhawatirkan, fanatisme pendukung calon kepala daerah di Aceh akan memicu konflik.
Aparat keamanan dimintanya untuk melakukan deteksi awal terkait kemungkinan terjadi konflik horizontal di Aceh.
Daerah kedua adalah Papua. Lukman menuturkan, Papua juga menyelenggarakan banyak Pilkada pada 2017, yakni di 11 kabupaten/kota.
"Saya sampai mikir, kenapa Aceh sama Papua enggak dipecah saja. Misal, 50 persen 2015, sisanya 2017. Aceh dan Papua ini banyak," tuturnya.
Ketiga, Pilkada DKI Jakarta. Kondisi perpolitikan DKI Jakarta, menurut dia, membuat Ibu Kota perlu mendapat perhatian khusus.
Isu SARA, kata Lukman, telah menyebar. Ke depannya, isu-isu faktual perlu diantisipasi.
Namun di samping itu, masih ada isu lainnya. Banyak pihak menganggap Presiden Joko Widodo terlibat pada proses Pilkada DKI meskipun hal tersebut tak bisa dibuktikan.
Ia menyayangkan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada) tak mengatur soal larangan tersebut.
"Yang diatur hanya tidak boleh memasang foto Presiden," kata Politisi Partai Kebangkitan Bangsa itu.
Pihak-pihak terkait diminta untuk mewaspadai potensi-potensi konflik di tiga daerah tersebut.
Pilkada 2017, lanjut Lukman, adalah pertaruhan. Setelah Pilkada serentak 2015 sukses secara prosedural, Pilkada 2017 juga harus mencapai hasil tersebut dan disertai peningkatan kualitas.
"Revisi UU Pilkada waktu kemarin spiritnya melengkapi, bukan hanya sukses prosedur, tapi kualitasnya terjadi peningkatan," ujar Lukman.