JAKARTA, KOMPAS.com - Tim pengacara Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam rencananya menghadirkan tiga saksi dan tiga ahli dalam sidang lanjutan praperadilan. Namun, mereka hanya bisa menghadirkan tiga ahli dalam sidang tersebut.
Pengacara Nur Alam, Maqdir Ismail mengatakan, ketiga saksi mengaku mendapat ancaman telepon.
"Mereka katakan bahwa ada yang setengah mengintimidasi supaya tidak hadir. Diancam supaya tidak hadir," ujar Maqdir di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (6/10/2016).
Maqdir mengatakan, ancaman tersebut dilakukan melalui telepon. Namun, Maqdir enggan mengungkap siapa saksi yang dimaksud tersebut.
"Saya tidak mau orang itu tambah susah," kata Maqdir.
(Baca: KPK Dapat Alat Bukti Tambahan dari Kejaksaan Agung untuk Seret Nur Alam )
Keadaan tiga saksi tersebut disampaikan kepada hakim tunggal praperadilan I Wayan Karya di muka persidangan. Sehingga, pihak Nur Alam hanya bisa menghadirkan tiga ahli.
"Saya khawatir mereka (saksi) sudah tidak mungkin dihadirkan. Jadi hanya ahli," kata Maqdir.
Rencananya, melalui para saksi dan ahli, kuasa hukum ingin membuktikan apakah surat izin usaha pertambangan yang dikeluarkan Nur Alam kepada PT Anugrah Harisma Barakah menyalahi administrasi atau tidak.
Pasalnya, sebelumnya penerbitan izin tersebut sudah digugat melalui Pengadilan Tata Usaha Negara. Namun, hakim memutuskan bahwa Nur Alam berwenang mengeluarkan surat tersebut.
(Baca: Menurut KPK, Kerugian Lingkungan dalam Kasus Nur Alam Senilai Rp 3 Triliun)
Putusan itu kemudian diperkuat oleh putusan kasasi Mahkamah Agung. Dalam kasus ini, Nur Alam diduga menyalagunakan wewenang karena menerbitkan SK Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan dan Persetujuan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi untuk PT Anugrah Harisma Barakah selaku perusahaan yang melakukan penambangan nikel di Kabupaten Buton dan Bombana, Sulawesi Tenggara.
Selain itu, ia juga menerbitkan SK Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi kepada perusahaan yang sama. Nur Alam diduga mendapatkan kick back dari pemberian izin tambang tersebut.