JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro mengatakan, saat ini minim sekali adanya upaya hukum untuk meminimalisasi terjadinya politik dinasti di Indonesia.
"Demokrasi kita tertatih-tatih karena kualitas hukum yang kurang optimal," ujar Siti ketika Diskusi Berseri Madrasah Anti Korupsi Seri 11 di Jakarta, Senin (19/9/2016).
Menurut Siti, seharusnya sistem demokrasi mampu menghentikan atau mengurangi kecenderungan menjamurnya politik dinasti.
Sayangnya, negara seakan membiarkan adanya manipulasi dalam sistem demokrasi dengan munculnya politik dinasti. Ini ditunjukkan dengan adanya pembatalan pelarangan calon kepala daerah yang memiliki hubungan darah satu ke atas, ke samping, dan ke bawah dalam Undang-undang Pilkada oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada Juli 2015.
(Baca: MK Langgengkan Politik Dinasti, Parpol Dituntut Lebih Selektif)
"Anehnya, ada pembiaran dinasti politik. Kalau ini diakumulasi akan menjadi masalah yang cukup serius," kata Siti.
Menurut Siti, terjadinya politik dinasti dapat menghilangkan partisipasi publik karena pemerintahan yang tidak transparan dan akuntabel. Lebih lanjut, politik dinasti rentan menyebabkan korupsi karena orientasi pemimpin bukan untuk melayani publik.
"Seiring, muncul penyimpangan karena pemimpin gagal menciptakan pemerintahan yang bersih dan melayani," kata Siti.
Oleh karena itu, Siti berharap penegakan hukum dilakukan secara optimal dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah.
"Tak cukup hanya mengandalkan Undang-undang. Harus ada penegakan hukum yang mampu memberikan penalti atau diskualifikasi tanpa pandang bulu," ujarnya.
Selain itu, masyarakat juga diminta tak hanya mencari figur dalam memperbaiki penyelenggaraan pemerintahan. Masyarakat, tambah Siti, perlu mengawasi dan mengawal perbaikan demokrasi di Indonesia agar dapat mengurangi permasalahan seperti politik dinasti.
"Yang kita butuhkan relawan sistem, bukan relawan orang per orang. Ini untuk mengawal proses demokratisasi agar distorsi dapat dikurangi," kata Siti.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.