Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Singapura Dinilai Tak Berwenang Investigasi WNI yang Ikut "Tax Amnesty"

Kompas.com - 16/09/2016, 18:24 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan, pemerintah dan wajib pajak tidak perlu risau menyikapi langkah perbankan Singapura yang melaporkan nasabah WNI ke kepolisian setempat karena mengikuti program pengampunan pajak (tax amnesty).

Menurut dia, apa yang dilakukan Pemerintah Singapura merupakan psywar karena tak ingin  kehilangan aset atau dana investasi yang nilainya cukup besar.

Tercatat, WNI memiliki aset sekitar 200 miliar dollar AS yang ditempatkan pada perbankan privat Singapura, atau sekitar 40 persen dari total aset perbankan Singapura.

"Saya kira itu hanya psywar saja karena khawatir kehilangan potensi maka melakukan segala cara," ujar Yustinus saat dihubungi Kompas.com, Jumat (16/9/2016).

Yustinus menjelaskan, meski Singapura pada tahun 2013 menyatakan bahwa penghindaran pajak adalah tindak kriminal, namun Pemerintah Singapura sama sekali tidak bisa melakukan upaya penegakan hukum terhadap WNI yang ikut program tax amnesty.

(Baca: Perbankan Singapura Laporkan WNI yang Ikut "Tax Amnesty", Pemerintah Diminta Segera Bereaksi)

Jika Pemerintah Singapura menggunakan klausul Financial Action Task Force (FATF) untuk mengusut laporan dugaan adannya aktivitas ilegal atau tindak pidana pencucian uang, maka hukum yang dipakai adalah peraturan dan penafsiran yang berlaku di Indonesia.

Sementara, saat ini, Indonesia sedang menerapkan kebijakan pengampunan pajak bagi WNI yang memiliki aset di luar negeri dan ingin melaporkan seluruh aset tersebut.

Artinya, penyidikan atas dugaan tindak pidana pencucian uang tidak bisa dilakukan.

"Jika ada dugaan, locus delicti atau lokasi terjadinya tindak pidana di Indonesia, maka harus mengikuti penafsiran dan sikap Indonesia. Jadi konteksnya, ada misleading di Singapura, salah persepsi soal klausul FATF-nya," kata Yustinus.

Menteri Keuangan Sri Mulyani sebelumnya mengatakan bahwa Pemerintah Singapura sudah memberikan anjuran kepada semua perbankan di Singapura untuk mendukung para nasabahnya yang ingin mengikuti tax amnesty di Indonesia.

(Baca: Bank Singapura "Ancam" WNI yang Ikut Amnesti Pajak, Ini Penjelasan Sri Mulyani)

Sementara itu, dari sisi perbankan Singapura, Sri Mulyani mengungkapkan ada ketentuan bank untuk mematuhi juga aturan yang tertuang dalam Financial Action Task Force (FATF).

Aturan itu berisi kewajiban bagi bank untuk menyampaikan laporan apabila ada kegiatan yang dianggap mencurigakan.

Hal tersebut dilakukan dalam rangka mendeteksi aktivitas ilegal atau kegiatan pencucian uang.

Aturan tersebut dilakukan oleh semua negara yang ikut di dalam program FATF.

Namun, dia mengatakan, otoritas moneter Singapura telah menegaskan bahwa WNI yang ikut program tax amnesty Indonesia tidak bisa dianggap sebagai suatu tindakan yang bisa menarik atau memicu investigasi kriminal.

"Maka dari itu, program tax amnesty di Indonesia tidak bisa dijadikan alasan bagi para WP (wajib pajak) Indonesia untuk tidak melakukan atau ikut dalam program amnesti ini karena khawatir akan dilakukan pelaporan tersebut," kata Sri Mulyani.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Veteran Perang Jadi Jemaah Haji Tertua, Berangkat di Usia 110 Tahun

Veteran Perang Jadi Jemaah Haji Tertua, Berangkat di Usia 110 Tahun

Nasional
Salim Said Meninggal Dunia, PWI: Indonesia Kehilangan Tokoh Pers Besar

Salim Said Meninggal Dunia, PWI: Indonesia Kehilangan Tokoh Pers Besar

Nasional
Indonesia Perlu Kembangkan Sendiri 'Drone AI' Militer Untuk Cegah Kebocoran Data

Indonesia Perlu Kembangkan Sendiri "Drone AI" Militer Untuk Cegah Kebocoran Data

Nasional
Tokoh Pers Salim Said Meninggal Dunia

Tokoh Pers Salim Said Meninggal Dunia

Nasional
Sekjen PBB: Yusril Akan Mundur dari Ketum, Dua Nama Penggantinya Mengerucut

Sekjen PBB: Yusril Akan Mundur dari Ketum, Dua Nama Penggantinya Mengerucut

Nasional
Sekjen DPR Gugat Praperadilan KPK ke PN Jaksel

Sekjen DPR Gugat Praperadilan KPK ke PN Jaksel

Nasional
Gaduh Kenaikan UKT, Pengamat: Jangan Sampai Problemnya di Pemerintah Dialihkan ke Kampus

Gaduh Kenaikan UKT, Pengamat: Jangan Sampai Problemnya di Pemerintah Dialihkan ke Kampus

Nasional
15 Tahun Meneliti Drone AI Militer, 'Prof Drone UI' Mengaku Belum Ada Kerja Sama dengan TNI

15 Tahun Meneliti Drone AI Militer, "Prof Drone UI" Mengaku Belum Ada Kerja Sama dengan TNI

Nasional
Pengembangan Drone AI Militer Indonesia Terkendala Ketersediaan 'Hardware'

Pengembangan Drone AI Militer Indonesia Terkendala Ketersediaan "Hardware"

Nasional
Indonesia Harus Kembangkan 'Drone AI' Sendiri untuk TNI Agar Tak Bergantung ke Negara Lain

Indonesia Harus Kembangkan "Drone AI" Sendiri untuk TNI Agar Tak Bergantung ke Negara Lain

Nasional
Tak Kunjung Tegaskan Diri Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Sedang Tunggu Hubungan Jokowi dan Prabowo Renggang

Tak Kunjung Tegaskan Diri Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Sedang Tunggu Hubungan Jokowi dan Prabowo Renggang

Nasional
Tingkatkan Kapasitas SDM Kelautan dan Perikanan ASEAN, Kementerian KP Inisiasi Program Voga

Tingkatkan Kapasitas SDM Kelautan dan Perikanan ASEAN, Kementerian KP Inisiasi Program Voga

Nasional
9 Eks Komisioner KPK Surati Presiden, Minta Jokowi Tak Pilih Pansel Problematik

9 Eks Komisioner KPK Surati Presiden, Minta Jokowi Tak Pilih Pansel Problematik

Nasional
Tak Undang Jokowi di Rakernas, PDI-P Pertegas Posisinya Menjadi Oposisi

Tak Undang Jokowi di Rakernas, PDI-P Pertegas Posisinya Menjadi Oposisi

Nasional
Bea Cukai: Pemerintah Sepakati Perubahan Kebijakan dan Pengaturan Barang Impor

Bea Cukai: Pemerintah Sepakati Perubahan Kebijakan dan Pengaturan Barang Impor

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com