JAKARTA, KOMPAS.com - Penyidik Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) akan memanggil dan memeriksa manajemen perusahaan farmasi yang perusahaannya tertera pada kemasan obat palsu.
Obat palsu itu didapat dari hasil penggerebekan BPOM bersama penyidik Direktorat Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri beberapa waktu lalu.
"Kami juga menelusuri sang produsen. Kami akan memanggil industri yang tertera dalam obat itu," ujar Kepala BPOM Penny Lukito, di Kantor Kementerian Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Kamis (15/9/2016).
Namun, BPOM menduga kuat bahwa kemasan obat tersebut palsu dan perusahaan tidak terlibat dalam peredarannya.
"Belum tentu mereka (terlibat) ya, ada kemungkinan palsu juga," ujar Penny.
Penyidik juga akan meneliti bahan baku obat-obat palsu itu. Selanjutnya, penyidik akan mengembangkan pemasok bahan bakunya dan apakah mereka mengetahui bahan baku itu akan digunakan untuk obat palsu.
Sejauh ini, penyidik BPOM telah menetapkan seorang tersangka dalam kasus ini. Sebanyak 20 orang saksi juga telah diperiksa.
"Jadi ini saya pastikan akan terus bergerak, berlanjut. Kami akan teruskan sampai ke akarnya bersama-sama dengan Bareskrim," ujar Penny.
Diberitakan, penyidik Bareskrim Polri bersama Badan Pengawas Obat dan Makanan menggerebek lima gudang produksi obat palsu di Balaraja, Banten.
Tak hanya memproduksi, pabrik juga mengedarkan obat-obatan secara ilegal. Peredarannya mayoritas di Kalimantan Selatan.
Dari kelima pabrik itu, disita sebanyak 42.480.000 butir obat-obatan dari berbagai merek.
Obat-obatan tersebut antara lain Carnophen, Trihexyphenydyl, Heximer, Tramadol, dan Somadryl.