Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dikelilingi "Sahabat Munir", Jokowi Harusnya Lanjutkan Investigasi Kematian Munir

Kompas.com - 07/09/2016, 20:32 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan anggota Tim Pencari Fakta (TPF) kasus Munir, Usman Hamid, mengatakan bahwa sebenarnya Presiden Joko Widodo tidak memiliki alasan untuk tidak menuntaskan kasus Munir yang terjadi 12 tahun lalu.

Menurut Usman, ada banyak fakta yang bisa menjadi pijakan bagi pemerintah untuk membuka kembali kasus Munir dan mencari auktor intelektualis pembunuh Munir.

Dia melihat, Presiden Jokowi seharusnya bisa segera membentuk tim investigasi independen untuk menindaklanjuti hasil temuan TPF yang telah diserahkan kepada pemerintah, tetapi belum dibuka hingga saat ini.

"Dalam rekomendasi TPF, pemerintah diminta bentuk tim investigasi independen dengan mandat yang lebih kuat. Dengan mandat yang lemah saja TPF berhasil membuka keterlibatan institusi negara termasuk keterlibatan pihak Garuda," ujar Usman saat ditemui di kawasan Kemang, Jakarta Selatan, Rabu (7/9/2016).

(Baca: Temuan TPF: Pembunuhan Munir Akibat Pemufakatan Jahat Institusi Pemerintah)

Usman menuturkan, Presiden Jokowi saat ini memiliki kesempatan untuk membongkar kasus Munir bila ada kemauan yang kuat. Sebab, di lingkaran pemerintah, Jokowi dikelilingi oleh sahabat-sahabat Munir, seperti Teten Masduki, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin dan Deputi V KSP Jaleswari Pramodhawardani.

Selain itu, kata Usman, Presiden Jokowi juga dikelilingi oleh orang-orang yang memiliki potensi untuk melanjutkan hasil temuan TPF, seperti Menteri Luar Negeri Retno Marsudi.

"Menteri Luar Negeri Retno Marsudi itu juga pernah menjadi anggota TPF dan dia bisa diminta peranannya untuk melanjutkan hasil temuan itu," kata Usman.

Di sisi lain, menurut Usman, Presiden Jokowi memiliki wewenang untuk memerintahkan Jaksa Agung Muhammad Prasetyo memanggil kembali jaksa yang pernah menangani kasus Munir.

(Baca: Mengenang 12 Tahun Kepergian Munir...)

Usman menyebut jaksa tersebut memiliki rekaman percakapan antara Pollycarpus dan mantan deputi V Badan Intelijen Negara (BIN), Muchdi Pr, yang saat itu didakwa menggerakkan Pollycarpus untuk membunuh Munir.

"Meskipun akhir tahun 2008 Muchdi Pr divonis bebas, Jokowi sebenarnya bisa memerintahkan Jaksa Agung untuk melakukan peninjauan kembali atas kasus tersebut," ungkapnya.

Selain itu, pasca-penunjukan Komjen Pol Budi Gunawan sebagai kepala BIN, Presiden harus mampu memaksa Budi untuk membongkar keterlibatan oknum BIN, seandainya nanti Budi jadi terpilih.

Usman mengungkapkan, Presiden Jokowi harus menunjukkan bukti nyata dengan memerintahkan BIN bertindak kooperatif, jika benar-benar menginginkan reformasi di sektor intelijen.

"Kalau benar, maka Presiden harus memberikan ujian itu kepada kepala BIN yang baru. Jika tidak, maka reformasi intelijen tidak akan berjalan sebagaimana mestinya," ucap dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri 'Triumvirat' Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri "Triumvirat" Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

Nasional
Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com