Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sinyal Tanda Bahaya IPM Indonesia

Kompas.com - 02/09/2016, 20:38 WIB

Oleh:
Victoria Fanggidae
Peneliti di Perkumpulan Prakarsa 

Hasil tes PIAAC atau Programme for the International Assessment of Adult Competencies terbaru, survei terhadap tingkat kecakapan orang dewasa yang dilakukan oleh OECD (Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan) menunjukkan hasil yang sangat memprihatinkan.

Indonesia terpuruk di peringkat paling bawah pada hampir semua jenis kompetensi yang diperlukan orang dewasa untuk bekerja dan berkarya sebagai anggota masyarakat. Sebutlah seperti kemampuan literasi, numerasi, dan kemampuan pemecahan masalah. Skor kita juga terendah di hampir semua kategori umur.

Lebih dari separuh responden Indonesia mendapatkan skor kurang dari level 1 (kategori pencapaian paling bawah) dalam hal kemampuan literasi. Dengan kata lain, kita adalah negara dengan rasio orang dewasa berkemampuan membaca terburuk dari 34 negara OECD dan mitra OECD yang disurvei pada putaran ini (OECD, 2016).

Ini sinyal tanda bahaya! Bahwa, pembangunan manusia masih merupakan pekerjaan rumah mahadahsyat Pemerintah Indonesia, bukan sekadar pelengkap pembangunan ekonomi.

Puncak gunung es

Untuk pertama kali, Indonesia berpartisipasi dalam survei kompetensi dewasa (PIAAC). Tes terhadap mereka yang berumur produktif (16-65 tahun) ini adalah ”kakak” dari tes PISA (Programme for International Students Assessment), yang mengukur kompetensi siswa berusia 15 tahun yang bersekolah. Indonesia telah berpartisipasi dalam tes PISA sejak 2000, tetapi baru pertama kali ini berpartisipasi secara sukarela dalam PIAAC.

Hasil PISA telah banyak dikutip, beberapa dengan nada sarkastik, tentang siswa Indonesia yang ”bodoh, tetapi bahagia” oleh Pisani (2013), misalnya. Ini karena hasil PISA Indonesia 2012 berada di urutan ke-60 dari 64 negara yang disurvei dalam membaca, dan posisi buncit dalam matematika dan sains, tetapi skor kebahagiaan tinggi. Sarkasme ini dikritik dengan alasan metode sampling yang kurang mewakili, dibandingkan Tiongkok misalnya, di mana sampel hanya dari Shanghai yang maju atau Singapura yang relatif kecil dan sangat maju.

Namun, survei PIAAC ini hanya dilakukan di Jakarta. Hasilnya pun memprihatinkan. OECD membagi skor ke dalam enam level: level <1, dan level 1 sampai 5. Masing-masing menunjukkan tingkat penguasaan kompetensi tertentu (level <1 paling buruk, level 5 paling baik). Dalam hal rata-rata skor literasi membaca, misalnya, Indonesia selalu memiliki proporsi paling besar di level <1 di antara 34 negara yang disurvei. Ini berlaku di semua kategori umur (16-24 tahun sampai 55-65 tahun) dan di semua tingkat pendidikan (SMP ke bawah sampai perguruan tinggi).  

Orang dewasa pada level <1 ini, menurut definisi OECD, ”hanya mampu membaca teks singkat tentang topik yang sudah akrab untuk menemukan satu bagian  informasi spesifik. Untuk menyelesaikan tugas itu, hanya pengetahuan kosakata dasar yang diperlukan dan pembaca tidak perlu memahami struktur kalimat atau paragraf”. Bukan hal yang sulit sebenarnya.

Ini baru di Jakarta. Padahal, Jakarta tidak mewakili wajah Indonesia. Ketimpangan Jakarta dan daerah lain sangat tajam dalam berbagai indikator kualitas pembangunan manusia. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Jakarta 78,99, sedangkan rata-rata nasional 69,55. Daerah dengan IPM terendah adalah Papua, hanya 57,25 (BPS, 2016). Perhitungan kemiskinan multidimensi (Prakarsa, 2016) juga menunjukkan hanya sekitar seperdelapan dari penduduk yang mengalami kemiskinan multidimensi di Jakarta dibandingkan hampir tiga perempat penduduk Papua dan dua pertiga penduduk NTT.

Sulit dibayangkan apa jadinya jika tes PIAAC dilakukan di daerah lain dengan fasilitas pendidikan, kesehatan, tingkat kecukupan gizi serta akses pada informasi yang jauh lebih buruk daripada Jakarta.

Miskin gebrakan

Ekonomi Indonesia diarahkan ke hilirisasi sehingga membutuhkan lebih banyak pekerja terampil. Namun, bonus demografi dikhawatirkan jadi bencana demografi. Segudang masalah kesehatan dan kependudukan, seperti stunting, gizi kurang, gizi lebih, kawin muda, kematian ibu-anak serta melonjaknya penyakit degeneratif, menggerogoti potensi sumber daya manusia. Pekerjaan rumah mahadahsyat ini sayangnya ditangani oleh kebijakan dan institusi yang miskin gebrakan. Pemerintah perlu melakukan langkah berikut.

Pertama, menaikkan profil dan fungsi pemantauan Kemenko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) terhadap sejumlah kementerian di bawahnya, yang saat ini belum optimal. Sindiran terhadap sepinya keberadaan dan kinerja Kemenko PMK dalam riuhnya masalah pembangunan manusia merupakan luapan ketidakpuasan terhadap minimnya gebrakan Kemenko PMK dan kementerian/lembaga terkait. Masyarakat mengharapkan ”Menteri Susi” lain dalam Kabinet Kerja, yang lantang dan bekerja keras, untuk memastikan Indonesia tidak mengalami lost generation.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Nurul Ghufron Sengaja Absen Sidang Etik di Dewas KPK, Beralasan Sedang Gugat Aturan ke MA

Nurul Ghufron Sengaja Absen Sidang Etik di Dewas KPK, Beralasan Sedang Gugat Aturan ke MA

Nasional
Korlantas Polri Ungkap Jasa Pemalsuan Pelat Khusus “ZZ”, Tarifnya Rp 55-100 Juta

Korlantas Polri Ungkap Jasa Pemalsuan Pelat Khusus “ZZ”, Tarifnya Rp 55-100 Juta

Nasional
Absen di Pembubaran Timnas Anies-Muhaimin, Surya Paloh: Terus Terang, Saya Enggak Tahu

Absen di Pembubaran Timnas Anies-Muhaimin, Surya Paloh: Terus Terang, Saya Enggak Tahu

Nasional
KPU Mulai Tetapkan Kursi DPRD, Parpol Sudah Bisa Berhitung Soal Pencalonan di Pilkada

KPU Mulai Tetapkan Kursi DPRD, Parpol Sudah Bisa Berhitung Soal Pencalonan di Pilkada

Nasional
PKB Jajaki Pembentukan Koalisi untuk Tandingi Khofifah di Jatim

PKB Jajaki Pembentukan Koalisi untuk Tandingi Khofifah di Jatim

Nasional
PKB Bilang Sudah Punya Figur untuk Tandingi Khofifah, Pastikan Bukan Cak Imin

PKB Bilang Sudah Punya Figur untuk Tandingi Khofifah, Pastikan Bukan Cak Imin

Nasional
KPK Sita Gedung Kantor DPD Nasdem Milik Bupati Nonaktif Labuhan Batu

KPK Sita Gedung Kantor DPD Nasdem Milik Bupati Nonaktif Labuhan Batu

Nasional
MA Kuatkan Vonis 5 Tahun Penjara Angin Prayitno Aji

MA Kuatkan Vonis 5 Tahun Penjara Angin Prayitno Aji

Nasional
Soal Jokowi Jadi Tembok Tebal antara Prabowo-Megawati, Sekjen PDI-P: Arah Politik Partai Ranah Ketua Umum

Soal Jokowi Jadi Tembok Tebal antara Prabowo-Megawati, Sekjen PDI-P: Arah Politik Partai Ranah Ketua Umum

Nasional
TNI-Polri Bahas Penyalahgunaan Pelat Nomor Kendaraan yang Marak Terjadi Akhir-akhir Ini

TNI-Polri Bahas Penyalahgunaan Pelat Nomor Kendaraan yang Marak Terjadi Akhir-akhir Ini

Nasional
Andi Gani Ungkap Alasan Ditunjuk Jadi Penasihat Kapolri Bidang Ketenagakerjaan

Andi Gani Ungkap Alasan Ditunjuk Jadi Penasihat Kapolri Bidang Ketenagakerjaan

Nasional
PKB Siap Bikin Poros Tandingan Hadapi Ridwan Kamil di Pilkada Jabar

PKB Siap Bikin Poros Tandingan Hadapi Ridwan Kamil di Pilkada Jabar

Nasional
Hari Pendidikan Nasional, Serikat Guru Soroti Kekerasan di Ponpes

Hari Pendidikan Nasional, Serikat Guru Soroti Kekerasan di Ponpes

Nasional
Bukan Staf Ahli, Andi Gani Ditunjuk Jadi Penasihat Kapolri Bidang Ketenagakerjaan

Bukan Staf Ahli, Andi Gani Ditunjuk Jadi Penasihat Kapolri Bidang Ketenagakerjaan

Nasional
Anies Belum Daftar ke PKB untuk Diusung dalam Pilkada DKI 2024

Anies Belum Daftar ke PKB untuk Diusung dalam Pilkada DKI 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com