JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengirimkan surat kepada Menteri Hukum dan HAM serta Presiden Joko Widodo soal draf revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 tentang perubahan kedua atas PP No 32 tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
Dalam draf tersebut, rencananya syarat pemberian remisi bagi narapidana kasus korupsi semakin dipermudah.
Salah satunya, narapidana kasus korupsi tidak perlu mendapat status "justice collabolator" untuk mendapat remisi.
"Biro hukum KPK telah 4 kali ikut pembahasan dan bahkan kami sudah kirim surat ke Menkumham dan ditembuskan ke Presiden. Kami ingin PP ini dibahas tidak tergesa dan banyak pihak yang dimintai pendapat," ujar Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati, di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (18/8/2016).
Menurut Yuyuk, draf yang disampaikan mengenai usulan revisi PP 99 Tahun 2012 tidak mencerminkan upaya pemberantasan korupsi.
KPK menilai, rencana pemberian kemudahan mendapatkan remisi bagi koruptor adalah suatu kemunduran.
Sementara itu, mengenai alasan revisi karena jumlah narapidana yang berlebihan dalam lembaga pemasyarakatan, menurut Yuyuk, hal tersebut perlu dikaji ulang.
"Sudah ada kajian tentang lapas, layak ditengok, apakah benar alasan over capacity layak digunakan untuk merevisi PP 99. Sebaiknya juga ada evaluasi Kemenkumham mengenai hal ini," kata Yuyuk.
Dikutip dari Kompas, alasan pemerintah merevisi PP Nomor 99 Tahun 2012 karena lembaga pemasyarakatan yang ada sudah penuh.
Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia I Wayan Kusmiantha Dusak mengatakan, upaya revisi PP No 99/2012 itu mendesak dilakukan mengingat kondisi LP yang kian padat.
Mengenai napi korupsi, Dusak beranggapan, penegakan hukum terhadap koruptor seharusnya selesai di pengadilan, sebab di sana ada jaksa yang menuntut dan hakim yang memvonis.
Adapun peran LP adalah memasyarakatkan kembali para terhukum.
Di sisi lain, beban lapas yang berat karena jumlah napi yang kini mencapai lebih dari 180.000 orang harus segera diatasi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.