Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polri Seharusnya Terus Menggali Keterangan Haris Azhar

Kompas.com - 03/08/2016, 14:02 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pegiat Hak Asasi Manusia (HAM) yang juga Mantan Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Usman Hamid menyayangkan langkah yang diambil pemerintah, dalam hal ini TNI, BNN, dan Polri, yang justru melaporkan Haris Azhar atas testimoni terkait curhatan Freedy Budiman.

Menurut Usman, jika pemerintah serius ingin memberantas peredaran narkoba hingga ke seluruh jaringan dan pihak yang terlibat, maka semestinya testimoni Haris dijadikan dasar untuk penelusuran lebih jauh.

"Terus saja memanggil Haris, menggali (keterangan) Haris, seperti itu justru tindakan pro aktif dari negara, Polisi, BNN, TNI," ujar Usman di Kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH), Jakarta Pusat, Rabu (3/8/2016).

Menurut dia, adanya laporan dugaan pencemaran nama baik oleh Haris justru bisa menghentikan upaya pengungkapan keterlibatan berbagai pihak.

(Baca: Polisi, BNN, dan TNI Laporkan Haris Azhar ke Bareskrim Terkait Cerita Freddy Budiman)

"Terlalu penting informasi (Haris) itu untuk diabaikan, meskipun juga terlalu dini untuk mempercayakan begitu saja. Makanya perlu investigasi, penelusuran lebih jauh," kata dia.

Ia menambahkan, dengan demikian, langkah tersebut dapat diartikan bertentangan dengan harapan masyarakat kepada pemerintah dalam memberantas narkoba.

"Kalau prioritas negara memberantas kejahatan narkotika maka informasi Haris justru adalah bantuan kepada negara tentang indikasi keterlibatan aparat sebuah badan yang sangat penting, BNN, TNI, Polri dalam membuat kejahatan narkotika terus berlanjut," kata dia.

(Baca: Dirjen PAS Akui Ada Oknum Mengaku dari BNN Minta CCTV di Ruangan Freddy Budiman Dilepas)

Sebelumnya, Haris Azhar mengaku mendapatkan kesaksian dari Freddy Budiman terkait adanya keterlibatan oknum pejabat Badan Narkotika Nasional, Polri, dan Bea Cukai dalam peredaran narkoba yang dilakukan Freddy.

Kesaksian Freddy, menurut Haris, disampaikan saat Haris memberikan pendidikan HAM kepada masyarakat pada masa kampanye Pilpres 2014. Menurut Haris, Freddy bercerita bahwa ia hanyalah sebagai operator penyelundupan narkoba skala besar.

Saat hendak mengimpor narkoba, Freddy menghubungi berbagai pihak untuk mengatur kedatangan narkoba dari China.

(Baca: Kontras Ungkap "Curhat" Freddy Budiman soal Keterlibatan Oknum Polri dan BNN)

"Kalau saya mau selundupkan narkoba, saya acarain (atur) itu. Saya telepon polisi, BNN, Bea Cukai, dan orang yang saya hubungi itu semuanya titip harga," kata Haris mengulangi cerita Freddy.

Freddy bercerita kepada Haris, harga narkoba yang dibeli dari China seharga Rp 5.000. Karena itu, Freddy tidak menolak jika ada yang menitipkan harga atau mengambil keuntungan penjualan.

Oknum aparat disebut meminta keuntungan kepada Freddy dari Rp 10.000 hingga Rp 30.000 per butir.

Kompas TV Kontras: Freddy Budiman Gelontorkan Uang ke Polisi & BNN
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com