Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perbanyak Polwan dan "Rape Kit" untuk Tangani Kasus Kekerasan Seksual

Kompas.com - 31/05/2016, 21:29 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pusat Kajian Perlindungan Anak Universitas Indonesia (Puskapa UI) menilai upaya pemerintah mengatasi kasus kekerasan seksual terhadap anak belum optimal.

Pemerintah seharusnya tidak hanya mengeluarkan perppu mengenai tambahan hukuman, tetapi juga membenahi aspek pendukung lainnya, seperti meningkatkan kualitas serta ketersediaan penyidik perempuan di tingkat Polsek atau Polres.

"Jumlah polisi perempuan (Polwan) pada tahun 2013 hanya sekitar 3,6 persen atau 13.000 personel dari keseluruhan anggota kepolisian," kata Kepala Operasional Puskapa UI Ni Made Martini Puteri dalam keterangan tertulisnya, Selasa (31/5/2016).

Ia mengatakan, dari 3,6 persen Polwan itu sebagian besar masih menduduki fungsi-fungsi administratif, bukan penyidikan. Selain itu, lanjut Made, pemerintah harus menjamin ketersediaan perangkat pemeriksaan korban perkosaan (rape kit) di setiap Puskesmas.

Kemudian, semua petugas kesehatan di tingkat puskesmas harus mengikuti pelatihan agar bisa menggunakannya rape kit sesuai dengan aturan Kementerian Kesehatan tentang Pedoman Pengembangan Puskesmas Mampu Tatalaksana Kasus Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak.

(Baca: Pemulihan Korban Kejahatan Seksual Lebih Penting daripada Hukuman Bagi Pelaku)

"Ketersediaan rape kit dan petugas andal harus diikuti dengan tersedianya rujukan konselor (rape/sexual violence councilor) di setiap Puskesmas untuk memudahkan korban kekerasan seksual memperoleh akses bantuan lebih cepat," kata dia.

Selain melatih petugas kesehatan, para pendamping, pekerja sosial, dan Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) juga perlu ditingkatkan pengetahuannya dengan keterampilan untuk mewawancarai dan mendampingi saksi, korban, pelaku anak-anak dan orang-orang berkebutuhan khusus.

Penambahan tenaga penyidik perempuan dan berbagai elemen pendukung lainnya diperlukan guna menjamin hak-hak pribadi korban, saksi, dan pelaku tetap terjaga.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo telah menandatangani Perppu Nomor 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Perppu ini memperberat sanksi bagi pelaku kejahatan seksual, yakni hukuman mati, penjara seumur hidup, maksimal 20 tahun penjara dan minimal 10 tahun penjara.

Perppu juga mengatur tiga sanksi tambahan, yakni kebiri kimiawi, pengumuman identitas ke publik, serta pemasangan alat deteksi elektronik.

Kompas TV Siswi SD Diperkosa 21 Orang, Ini Kronologinya
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Ratas Evaluasi Mudik, Jokowi Minta Rest Area Diperbanyak

Ratas Evaluasi Mudik, Jokowi Minta Rest Area Diperbanyak

Nasional
Dugaan TPPU Hakim Gazalba Saleh: Beli Alphard, Kredit Rumah Bareng Wadir RSUD di Jakarta

Dugaan TPPU Hakim Gazalba Saleh: Beli Alphard, Kredit Rumah Bareng Wadir RSUD di Jakarta

Nasional
Anggota Bawaslu Intan Jaya Mengaku Disandera KKB Jelang Pemilu, Tebus Ratusan Juta agar Bebas

Anggota Bawaslu Intan Jaya Mengaku Disandera KKB Jelang Pemilu, Tebus Ratusan Juta agar Bebas

Nasional
Dalam Sidang MK, KPU Ungkap Kontak Senjata TNI-OPM Jelang Hitung Suara, Satu Warga Sipil Tewas

Dalam Sidang MK, KPU Ungkap Kontak Senjata TNI-OPM Jelang Hitung Suara, Satu Warga Sipil Tewas

Nasional
Sinyal Kuat Eko Patrio Bakal Jadi Menteri Prabowo

Sinyal Kuat Eko Patrio Bakal Jadi Menteri Prabowo

Nasional
Yakin Presidential Club Sudah Didengar Megawati, Gerindra: PDI-P Tidak Keberatan

Yakin Presidential Club Sudah Didengar Megawati, Gerindra: PDI-P Tidak Keberatan

Nasional
Taruna STIP Meninggal Dianiaya Senior, Menhub: Kami Sudah Lakukan Upaya Penegakan Hukum

Taruna STIP Meninggal Dianiaya Senior, Menhub: Kami Sudah Lakukan Upaya Penegakan Hukum

Nasional
Gejala Korupsisme Masyarakat

Gejala Korupsisme Masyarakat

Nasional
KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

Nasional
PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

Nasional
Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Nasional
Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Nasional
Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Nasional
MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

Nasional
Paradoks Sejarah Bengkulu

Paradoks Sejarah Bengkulu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com