JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Miko Ginting mengatakan, wacana mengenai penerbitan peraturan pemerintah pengganti undang-undang terkait mafia peradilan dinilai tidak akan menjawab permasalahan peradilan.
"Mafia peradilan adalah persoalan akut yang hanya dapat diberantas dengan reformasi peradilan yang total dan komperhensif," kata Miko melalui pesan singkat yang diterima Kompas.com, Senin (30/5/2016).
Miko mengatakan, persoalan mafia peradilan harus dipecahkan melalui langkah-langkah yang tepat, terutama oleh Mahkamah Agung. Capaian reformasi dan kewibawaan peradilan memang bergantung pada langkah-langkah yang diambil pimpinan MA.
"MA harus memperbaiki berbagai aturan MA yang dapat menjadi celah penyalahgunaan harus segera diperbaiki," ujar dia.
Selama ini, menurut Miko, wacana penerbitan perppu muncul mengingat sikap pimpinan MA yang pasif dan tertutup.
Selain itu, Miko juga menilai bahwa MA selama ini belum mampu memperkuat sistem pengawasan, baik secara internal maupun eksternal.
Dari segi internal, penempatan Badan Pengawas MA yang bertanggung jawab melalukan pengawasan internal harus diperkuat.
Sedangkan dari segi eksternal, terkait dengan etik dan perilaku hakim dapat diperkuat dengan optimalisasi peran Komisi Yudisial (KY).
"MA dan KY harus mencari jalan keluar atas permasalahan kedua insitusi tersebut. Terutama menerjemahkan bersama akan batasan etik dan perilaku hakim dengan urusan teknis yudusial," kata Miko.
Pimpinan MA juga diminta memperkuat posisi ketua muda pengawasan yang hingga hari ini belum terisi. Miko berharap posisi ketua muda pengawasan diisi sosok yang berintegritas dan berani.
Pekan lalu, Mantan Ketua Mahkamah Konsitusi (MK), Mahfud MD, menyerukan perlu dibuatnya perppu untuk menyelamatkan kondisi peradilan Indonesia.
(Baca: Ketua MK: Perppu Tak Selesaikan Masalah Mafia Peradilan di Indonesia)
Hal ini menyusul terungkapnya kasus dugaan suap yang melibatkan panitera PN Jakarta Pusat oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) beberapa waktu lalu.
Dalam perkembangan kasus tersebut, KPK mengindikasikan ada keterlibatan sejumlah orang dalam MA.
Hakim Agung Gayus Lumbun juga setuju dengan wacana perppu untuk mengatasi mafia peradilan itu.
"Saya pikir Perppu sudah saatnya dikeluarkan. Karena kondisi peradilan di Indonesia membutuhkan pembenahan secara menyeluruh," kata Gayus.