Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Partai Dinilai Tak Boleh Terlalu Banyak dalam Sistem Presidensial

Kompas.com - 26/05/2016, 05:00 WIB
Rakhmat Nur Hakim

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Wakil Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Ramlan Surbakti menilai, sistem presidensial di Indonesia bisa diperkuat dengan melakukan perombakan sistem kepartaian.

Menurut dia, Indonesia yang saat ini menganut sistem multipartai harus lebih menyederhanakan sistem tersebut.

"Dari Pemilu ke Pemilu, perolehan suara partai pemenang di Pemilu Legislatif terus menurun. Pemilu 2009 Partai Demokrat sekitar 21 persen, 2014 Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) sekitar 19 persen, terus menurun dan itu menunjukan sistem kepartaian yang tidak efektif," ujar Ramlan saat dihubungi Kompas.com, Rabu (25/5/2016).

Ramlan menyayangkan keberadaan partai di Indonesia yang hampir tidak ada perbedaan secara ideologi.

"Coba kita lihat, sekarang ideologi partai yang satu dengan yang lainnya hampir tak ada bedanya. Padahal keberadaan partai harusnya mengagregasi ideologi-ideologi yang berbeda satu sama lain di masyarakat," tutur dia.

Dia mengatakan, pembentukan partai politik harus benar-benar mewakili ideologi yang ada di masyarakat.

"Kalau dilihat secara ideologi, di Indonesia ada empat ideologi dominan, yaitu nasionalis, Islam, kekaryaan, dan sosial demokrat. Selama ini partai-partai yang ada cenderung mewakili ideologi kekaryaan, nasionalis, dan Islam. Yang belum ada sampai sekarang yang sosial demokrat," ujar dia.

Dari empat ideologi utama yang ada di Indonesia, dia memperkirakan ke depannya Indonesia cukup membutuhkan empat hingga enam partai.

"Ini tidak meniru-niru luar negeri, tapi sudah sepatutnya partai yang ada mewakili ideologi di masyarakat sehingga tidak gaduh saat rebutan posisi menteri dan posisi lainnya seperti sekarang, dan jika partai tak terlalu banyak maka akan efektif menopang sistem presidensial," ucap dia.

Sebelumnya, beberapa partai yang memberikan dukungannya kepada Presiden Joko Widodo mulai menunjukan kegaduhan dalam penentuan jabatan penting.

Salah satunya PDI-P terkait posisi Kapolri. PDI-P bersikeras mencalonkan Wakapolri Komjen Pol Budi Gunawan yang pernah ditetapkan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.

Setelah Budi Gunawan memenangi praperadilan dan Jenderal (Pol) Badrodin Haiti mendekati masa pensiun, PDI-P mendorong Budi Gunawan menjadi Kapolri.

(baca: Dukung Budi Gunawan Jadi Kapolri, PDI-P Tolak Jabatan Badrodin Diperpanjang)

Padahal, penentuan jabatan Kapolri dalam sistem presidensial merupakan kewenangan mutlak Presiden.

Ada pula manuver partai yang mencoba mempertahankan atau memasukan kadernya ke kabinet kerja. (baca: Hanura Tak Ingin Kursi Menterinya Dikurangi untuk Golkar)

Hal ini dinilai oleh sebagian kalangan sebagai inkonsistensi pelaksanaan sistem presidensial di Indonesia yang diakibatkan terlalu banyaknya partai. Presiden dinilai tersandera oleh kepentingan partai-partai pendukungnya.

Kompas TV Reshuffle Jilid II tunggu Munaslub Golkar?- Satu Meja
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Spesifikasi Rudal Exocet MM40 dan C-802 yang Ditembakkan TNI AL saat Latihan di Bali

Spesifikasi Rudal Exocet MM40 dan C-802 yang Ditembakkan TNI AL saat Latihan di Bali

Nasional
Dubes Palestina Yakin Dukungan Indonesia Tak Berubah Saat Prabowo Dilantik Jadi Presiden

Dubes Palestina Yakin Dukungan Indonesia Tak Berubah Saat Prabowo Dilantik Jadi Presiden

Nasional
Gambarkan Kondisi Terkini Gaza, Dubes Palestina: Hancur Lebur karena Israel

Gambarkan Kondisi Terkini Gaza, Dubes Palestina: Hancur Lebur karena Israel

Nasional
Ada Isu Kemensos Digabung KemenPPPA, Khofifah Menolak: Urusan Perempuan-Anak Tidak Sederhana

Ada Isu Kemensos Digabung KemenPPPA, Khofifah Menolak: Urusan Perempuan-Anak Tidak Sederhana

Nasional
DPR Disebut Dapat KIP Kuliah, Anggota Komisi X: Itu Hanya Metode Distribusi

DPR Disebut Dapat KIP Kuliah, Anggota Komisi X: Itu Hanya Metode Distribusi

Nasional
Komisi II DPR Sebut Penambahan Kementerian Perlu Revisi UU Kementerian Negara

Komisi II DPR Sebut Penambahan Kementerian Perlu Revisi UU Kementerian Negara

Nasional
Pengamat Dorong Skema Audit BPK Dievaluasi, Cegah Jual Beli Status WTP

Pengamat Dorong Skema Audit BPK Dievaluasi, Cegah Jual Beli Status WTP

Nasional
Maju Nonpartai, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Wali Kota dan Bupati Independen?

Maju Nonpartai, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Wali Kota dan Bupati Independen?

Nasional
Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Minim Pengawasan

Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Minim Pengawasan

Nasional
DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu hingga Mei

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu hingga Mei

Nasional
DKPP Keluhkan Anggaran Minim, Aduan Melonjak Jelang Pilkada 2024

DKPP Keluhkan Anggaran Minim, Aduan Melonjak Jelang Pilkada 2024

Nasional
Jawab Prabowo, Politikus PDI-P: Siapa yang Klaim Bung Karno Milik Satu Partai?

Jawab Prabowo, Politikus PDI-P: Siapa yang Klaim Bung Karno Milik Satu Partai?

Nasional
Pengamat Sarankan Syarat Pencalonan Gubernur Independen Dipermudah

Pengamat Sarankan Syarat Pencalonan Gubernur Independen Dipermudah

Nasional
Komnas Haji Minta Masyarakat Tak Mudah Tergiur Tawaran Haji Instan

Komnas Haji Minta Masyarakat Tak Mudah Tergiur Tawaran Haji Instan

Nasional
Libur Panjang, Korlantas Catat Peningkatan Arus Lalu Lintas

Libur Panjang, Korlantas Catat Peningkatan Arus Lalu Lintas

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com