Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kontras: Kasus Pidana Kematian Siyono Harus Tetap Berjalan

Kompas.com - 16/05/2016, 17:50 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mendesak Kabareskrim Polri segera memulai proses penyidikan pidana terhadap anggota Detasemen Khusus Anti-Teror (Densus) 88 yang terlibat dalam kasus kematian terduga teroris asal Klaten, Siyono.

Staf Divisi Hak Sipil Politik Kontras, Satrio Wirataru, mengatakan proses pidana terhadap anggota Densus tidak boleh berhenti meskipun Polri telah menjatuhkan sanksi etik kepada mereka.

"Hasil sidang etik tidak bisa menggugurkan mekanisme pidana. Kami minta kepolisian segera memproses laporan tindak pidana dari keluarga korban ke Polres Klaten," ujar Satrio saat memberikan keterangan pers di kantor Kontras, Senin (16/5/2016).

(Baca: Langgar Etika, Dua Anggota Polri yang Kawal Siyono Dipindah dari Densus)

Satrio menjelaskan, saat menemukan adanya dugaan tindakan pidana, Polisi seharusnya menggelar penyidikan dan pengenaan sanksi melalui persidangan tindak pidana.

Setelah itu, mekanisme sidang etik oleh Majelis Etik Mabes Polri bisa dilakukan agar penjatuhan sanksi etik. Sanksi etik berupa  pemberhentian dengan tidak hormat bisa diberikan.

Satrio memandang mekanisme etik yang didahulukan daripada proses pidana bisa menjadi preseden buruk apabila dikemudian hari terjadi kasus yang sama oleh anggota Densus 88.

Oleh karena itu, menurut Satrio, proses pidana harus tetap ditempuh untuk menjamin rasa keadilan dalam pemberian sanksi dan pemenuhan hak-hak bagi korban maupun keluarganya.

Proses pidana juga dinilai penting untuk dilakukan sebagai koreksi terhadap kinerja Densus 88. Jangan sampai, kata Satrio, penanganan terduga teroris menjadi alat kesewenang-wenangan aparat.

(Baca:  Polri Anggap Tak Ada Kesengajaan Dua Anggota Densus 88 Membunuh Siyono)

"Seharusnya bila ada dugaan pelanggaran Polisi menggelar proses pidana kemudian sidang etik. Tidak aneh kalau putusan Majelis Etik tidak adil. Proses Pidana harus dilakukan karena penting untuk koreksi kinerja densus 88. Jangan sampai penanganan terduga jadi sewenang-wenang," kata Satrio.

Sementara itu, Wakil Koordinator Divisi Advokasi Kontras, Yati Andriyani, mengatakan bahwa hasil keputusan sidang etik Majelis Etik Mabes Polri masih jauh dalam memberikan rasa keadilan terhadap keluarga Siyono.

"Kontras telah melakukan pemantauan dan kami menilai hasil sidang kode etik sama sekali tidak memberikan rasa keadilan bagi keluarga korban, jauh dari penyelesaian kasus yang konkret," ujar Yati.

Yati ketidakadilan itu terasa dari proses persidangan yang dilakukan secara tertutup dan tidak dapat diakses publik. 

(Baca:  Komnas HAM: Kematian Siyono Bukan soal Kode Etik, Ada Bukti Penganiayaan)

Halaman:


Terkini Lainnya

Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com