JAKARTA, KOMPAS. com - Direktur Indonesia Budget Center (IBC) Roy Salam mengatakan, pimpinan DPR dinilai harus berinisitaif meminta pemerintah untuk mengubah Peraturan Pemerintah (PP) Nomer 60 Tahun 1990 tentang Perjalanan Dinas Pimpinan dan Anggota DPR.
PP tersebut sudah terlalu lama dan tidak lagi menunjang DPR dalam pembuatan laporan keuangan kunjungan kerja. Laporan kunjungan itu hanya dibuat dengan isian berupa Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) dan pencairan dana.
"Mereka tidak laporkan untuk apa saja dana itu digunakan. Mereka hanya mencantumkan laporan SPPD dan pencairan dana, bukan seperti laporan umumnya," kata dia saat dihungi Kompas.com, Jum'at (13/5/2016).
(Baca: BPK Temukan Potensi Kerugian Negara Rp 900 Miliar dalam Kunker Anggota DPR)
Pimpinan DPR harus inisiatif, jangan sampai ada pandangan dari publik bahwa DPR sengaja tidak mau mendesak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) agar tetap leluasa menggunakan dana kunjungan kerja.
"Ini kenapa pimpinan DPR tidak mau menegoisasi dengan Kemenkeu untuk merevisi PP dengan menyesuaikan tiga paket UU keuangan negara yang mengedepankan akuntabilitas dan kinerja anggaran," kata dia.
(Baca: Ini Kata Ketua BPK soal Kunker DPR yang Berpotensi Rugikan Negara Rp 900 Miliar)
Temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas kunjungan kerja fiktif yang berpotensi merugikan negara senilai Rp 900 miliar harus dijadikan DPR sebagai momentum tata kelola pembenahan anggaran.
DPR harus sadar diri, bahwa temuan ini semakin membuat miris masyarakat akan kerja-kerja DPR selama ini.
"DPR bagaimana bisa melakukan pengawasan tetapi sesungguhnya tidak becus dalam mengelola anggaran," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.