JAKARTA, KOMPAS.com — Presiden Joko Widodo ingin agar perkara kekerasan seksual dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa.
"Saya ingin agar ini menjadi sebuah kejahatan yang luar biasa sehingga penanganannya pun dengan sikap luar biasa," ujar Jokowi ketika membuka sidang kabinet paripurna di Istana Negara, Jakarta, Selasa (10/5/2016).
Jokowi menilai, kasus kekerasan seksual, terutama terhadap anak-anak di Indonesia, sudah dalam tahap yang mengkhawatirkan.
Presiden menyinggung peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) yang kini tengah dirancang pemerintah untuk merespons maraknya perkara kekerasan seksual kepada anak-anak.
"Agar Menko ada sebuah putusan yang betul-betul dijadikan efek jera bagi pelaku dan bisa menghilangkan keinginan calon pelaku yang lain," ujar dia.
(Baca: Ini Alasan Menkes Suntik Hormon Belum Bisa Diterapkan ke Pelaku Kejahatan Seksual)
Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani sebelumnya mengatakan, perppu yang tengah dirancang untuk merespons banyaknya kasus kejahatan seksual akan menitikberatkan ke arah pemberatan hukuman bagi pelaku.
Ada dua poin pemberatan hukuman yang dimaksud. Pertama, penerapan hukuman mati atau seumur hidup bagi pelaku kejahatan seksual terhadap perempuan dan anak-anak.
(baca: Dalam Perppu Baru, Pelaku Kejahatan Seksual yang Masih Anak-anak Akan Direhab)
Kedua, memperkuat perlindungan bagi pelaku kejahatan seksual yang masih di bawah umur. Artinya, selain diberikan hukuman badan atau penjara, pelaku kejahatan seksual di bawah umur juga akan dikenakan hukuman berupa rehabilitasi psikologis.
"Pelaku akan diberikan rehab dengan maksud tidak mengulangi hal itu kembali dan kembali ke jalan yang benar," ujar Puan.
Menurut dia, rehabilitasi psikologis kepada pelaku kejahatan seksual di bawah umur juga merupakan implikasi dari asas perlindungan anak yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.