Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Studi: Kematian Akibat PLTU Batubara Mencapai 6.500 Jiwa per Tahun

Kompas.com - 08/02/2016, 10:06 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Menurut penelitian Universitas Harvard dan Greenpeace, penggunaan batubara sebagai sumber energi, selain mengakibatkan kerusakan lingkungan juga mengancam kesehatan manusia.

Angka estimasi kematian dini akibat PLTU batubara yang saat ini sudah beroperasi, mencapai sekitar 6.500 jiwa per tahun di Indonesia.

Angka ini diperoleh dari penelitian terhadap 42 Pembangkit Listrik Tenaga Uap di Indonesia, belum termasuk proyek 35.000 Megawatt yang dicanangkan Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu.

"PLTU Batubara tersebar dan beroperasi di Indonesia, melepaskan jutaan ton polutan setiap tahunnya. Dari waktu ke waktu udara kita dikotori dengan polutan beracun seperti merkuri, timbal, arsenik dan kadmium menyusup ke dalam paru-paru," ujar Koordinator Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia, Hindun Mulaika, di Jakarta, Minggu (7/2/2016).

Menurut penelitian tersebut, pembakaran batubara adalah salah satu kontributor terbesar polusi udara. Polusi udara menyebabkan peningkatan risiko kanker paru-paru, stroke, penyakit jantung, dan gangguan pernapasan.

"Polusi udara adalah pembunuh senyap, menyebabkan 3 juta kematian dini di seluruh dunia," ujar Hindun.

Dia pun menyayangkan rencana pemerintah membangun 35.000 MW pembangkit tenaga listrik yang 50 persennya masih menggunakan sumber energi batubara.

Seharusnya, pemerintah Indonesia harus menetapkan standar emisi untuk PLTU beroperasi dan yang akan datang hingga melindungi kesehatan masyarakat dan sejalan dengan kunci pertumbuhan ekonomi.

"Seharusnya ada regulasi dan komitmen meninggalkan penggunaan batubara. Ini bukan hanya soal perubahan iklim atau penyelamatan lingkungan, tetapi juga melindungi kesehatan masyarakat itu sendiri," katanya.

Lebih lanjut, Hindun menjelaskan bahwa penggunaan energi terbarukan memang membutuhkan investasi awal yang besar.

Namun, setelahnya pemerintah hanya perlu mengeluarkan biaya perawatan yang jauh lebih murah dan sangat bisa bersaing dengan sumber daya konvensional yang ada saat ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Veteran Perang Jadi Jemaah Haji Tertua, Berangkat di Usia 110 Tahun

Veteran Perang Jadi Jemaah Haji Tertua, Berangkat di Usia 110 Tahun

Nasional
Salim Said Meninggal Dunia, PWI: Indonesia Kehilangan Tokoh Pers Besar

Salim Said Meninggal Dunia, PWI: Indonesia Kehilangan Tokoh Pers Besar

Nasional
Indonesia Perlu Kembangkan Sendiri 'Drone AI' Militer Untuk Cegah Kebocoran Data

Indonesia Perlu Kembangkan Sendiri "Drone AI" Militer Untuk Cegah Kebocoran Data

Nasional
Tokoh Pers Salim Said Meninggal Dunia

Tokoh Pers Salim Said Meninggal Dunia

Nasional
Sekjen PBB: Yusril Akan Mundur dari Ketum, Dua Nama Penggantinya Mengerucut

Sekjen PBB: Yusril Akan Mundur dari Ketum, Dua Nama Penggantinya Mengerucut

Nasional
Sekjen DPR Gugat Praperadilan KPK ke PN Jaksel

Sekjen DPR Gugat Praperadilan KPK ke PN Jaksel

Nasional
Gaduh Kenaikan UKT, Pengamat: Jangan Sampai Problemnya di Pemerintah Dialihkan ke Kampus

Gaduh Kenaikan UKT, Pengamat: Jangan Sampai Problemnya di Pemerintah Dialihkan ke Kampus

Nasional
15 Tahun Meneliti Drone AI Militer, 'Prof Drone UI' Mengaku Belum Ada Kerja Sama dengan TNI

15 Tahun Meneliti Drone AI Militer, "Prof Drone UI" Mengaku Belum Ada Kerja Sama dengan TNI

Nasional
Pengembangan Drone AI Militer Indonesia Terkendala Ketersediaan 'Hardware'

Pengembangan Drone AI Militer Indonesia Terkendala Ketersediaan "Hardware"

Nasional
Indonesia Harus Kembangkan 'Drone AI' Sendiri untuk TNI Agar Tak Bergantung ke Negara Lain

Indonesia Harus Kembangkan "Drone AI" Sendiri untuk TNI Agar Tak Bergantung ke Negara Lain

Nasional
Tak Kunjung Tegaskan Diri Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Sedang Tunggu Hubungan Jokowi dan Prabowo Renggang

Tak Kunjung Tegaskan Diri Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Sedang Tunggu Hubungan Jokowi dan Prabowo Renggang

Nasional
Tingkatkan Kapasitas SDM Kelautan dan Perikanan ASEAN, Kementerian KP Inisiasi Program Voga

Tingkatkan Kapasitas SDM Kelautan dan Perikanan ASEAN, Kementerian KP Inisiasi Program Voga

Nasional
9 Eks Komisioner KPK Surati Presiden, Minta Jokowi Tak Pilih Pansel Problematik

9 Eks Komisioner KPK Surati Presiden, Minta Jokowi Tak Pilih Pansel Problematik

Nasional
Tak Undang Jokowi di Rakernas, PDI-P Pertegas Posisinya Menjadi Oposisi

Tak Undang Jokowi di Rakernas, PDI-P Pertegas Posisinya Menjadi Oposisi

Nasional
Bea Cukai: Pemerintah Sepakati Perubahan Kebijakan dan Pengaturan Barang Impor

Bea Cukai: Pemerintah Sepakati Perubahan Kebijakan dan Pengaturan Barang Impor

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com