Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 04/02/2016, 19:00 WIB

JAKARTA, KOMPAS - Dita Aditia Ismawati adalah kader Partai Nasdem. Namun, ia menjadi staf Masinton Pasaribu, politisi PDI-P di Komisi III DPR. Hingga 21 Januari 2016, hubungan kerja mereka tampaknya baik-baik saja. Namun, setelah itu retak semenjak terjadi dugaan pemukulan.

Masinton tak senang Dita kumpul bersama kader-kader Nasdem. Itu cerita versi Dita yang muncul ke publik dengan wajah dan mata lebam, serta air mata. Versi Masinton, Dita mabuk berat, berteriak-teriak, sampai menarik setir mobil.

Kalau ada dua versi cerita memang selalu menarik. Namun jangan bingung, karena banyak alat uji untuk mendeteksi kisah versi mana yang benar. Menarik lagi, dugaan pelakunya adalah pejabat publik: anggota DPR terhormat.

Lebih menarik lagi karena isunya beredar ke ranah politik, antara PDI-P dan Nasdem. Kedua partai adalah anggota Kerja Sama Partai Pendukung Pemerintah (KP3). Namun isu pribadi, entah seperti apa, juga menguat. Sejumlah politisi PDI-P pun meminta Masinton menyelesaikan kasus itu secara pribadi.

Biarlah kisah dua versi itu jadi urusan polisi yang tugasnya melayani dan melindungi, siapa pun, yang mendapat kekerasan.

Dalam World Report on Violence and Health yang dikeluarkan WHO (2002), kekerasan adalah penggunaan kekuatan fisik atau kekuasaan, ancaman, terhadap diri sendiri, orang lain, atau terhadap kelompok atau komunitas, yang bisa mengakibatkan cedera, kematian, kerugian psikologis, pembangunan yang timpang, atau perampasan. Artinya kekerasan dapat berefek fisik, seksual, serangan psikologis, dan perampasan.

Kasus-kasus kekerasan yang melibatkan anggota DPR tampaknya bukan hal asing. Di negara-negara seperti Taiwan, Ukraina, Meksiko, Estonia, Korea Selatan, India, dan Nigeria, kerap anggota parlemennya tak malu mempertontonkan perkelahian dan kekerasan. Seakan-akan kita menonton adu jotos di ring tinju. Kadang tak kalah seru dengan pertandingan setingkat the fight of century antara Mayweather dan Pacquiao pada pertengahan 2015.

Di negeri kita juga sama saja. Pada Oktober 2015, Mahkamah Kehormatan Dewan mengusut dugaan pemukulan di Komisi VII. Politisi Demokrat Mulyadi merasa dipukul politisi PPP Mustofa Assegaf. Bulan berikutnya, November 2015, ada anggota DPR (bersama istrinya) yang diduga menganiaya pramuwisma (PRT). Desember 2015, ada lagi anggota DPR yang dilaporkan kepada polisi karena melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap istrinya yang juga mantan anggota DPR.

Di luar ruang parlemen, wakil rakyat juga berani meninju rakyat yang memilih mereka. Pada Juni 2013, anggota DPRD Kota Lhokseumawe, Aceh, memukul dan mengancam warga dengan airsoft gun. Pada Mei 2015, anggota DPRD Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur, menganiaya warga Desa Sukokerto. Akhir tahun, anggota DPRD itu dihukum lima bulan kurungan penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bondowoso.

Hukum memang tak pandang bulu, termasuk terhadap anggota parlemen. Karena, di depan hukum, semua orang sama. Namun, saatnya kekerasan di lingkungan parlemen dianggap abnormal. Para "anggota terhormat" itu mestinya sudah selesai dengan dirinya sendiri, seraya menjunjung harkat, martabat, dan moralitas, kecuali jika mereka tak lagi punya rasa malu.

Coba baca ulang pesan Mahatma Gandhi (1869-1948). Akar-akar kekerasan, katanya, adalah kekayaan tanpa bekerja, kesenangan tanpa hati nurani, pengetahuan tanpa karakter, bisnis tanpa moralitas, ilmu tanpa kemanusiaan, ibadah tanpa pengorbanan, politik tanpa prinsip. (M Subhan SD)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 4 Februari 2016, di halaman 2 dengan judul "Dita dan Masinton".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 22 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Veteran Perang Jadi Jemaah Haji Tertua, Berangkat di Usia 110 Tahun

Veteran Perang Jadi Jemaah Haji Tertua, Berangkat di Usia 110 Tahun

Nasional
Salim Said Meninggal Dunia, PWI: Indonesia Kehilangan Tokoh Pers Besar

Salim Said Meninggal Dunia, PWI: Indonesia Kehilangan Tokoh Pers Besar

Nasional
Indonesia Perlu Kembangkan Sendiri 'Drone AI' Militer Untuk Cegah Kebocoran Data

Indonesia Perlu Kembangkan Sendiri "Drone AI" Militer Untuk Cegah Kebocoran Data

Nasional
Tokoh Pers Salim Said Meninggal Dunia

Tokoh Pers Salim Said Meninggal Dunia

Nasional
Sekjen PBB: Yusril Akan Mundur dari Ketum, Dua Nama Penggantinya Mengerucut

Sekjen PBB: Yusril Akan Mundur dari Ketum, Dua Nama Penggantinya Mengerucut

Nasional
Sekjen DPR Gugat Praperadilan KPK ke PN Jaksel

Sekjen DPR Gugat Praperadilan KPK ke PN Jaksel

Nasional
Gaduh Kenaikan UKT, Pengamat: Jangan Sampai Problemnya di Pemerintah Dialihkan ke Kampus

Gaduh Kenaikan UKT, Pengamat: Jangan Sampai Problemnya di Pemerintah Dialihkan ke Kampus

Nasional
15 Tahun Meneliti Drone AI Militer, 'Prof Drone UI' Mengaku Belum Ada Kerja Sama dengan TNI

15 Tahun Meneliti Drone AI Militer, "Prof Drone UI" Mengaku Belum Ada Kerja Sama dengan TNI

Nasional
Pengembangan Drone AI Militer Indonesia Terkendala Ketersediaan 'Hardware'

Pengembangan Drone AI Militer Indonesia Terkendala Ketersediaan "Hardware"

Nasional
Indonesia Harus Kembangkan 'Drone AI' Sendiri untuk TNI Agar Tak Bergantung ke Negara Lain

Indonesia Harus Kembangkan "Drone AI" Sendiri untuk TNI Agar Tak Bergantung ke Negara Lain

Nasional
Tak Kunjung Tegaskan Diri Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Sedang Tunggu Hubungan Jokowi dan Prabowo Renggang

Tak Kunjung Tegaskan Diri Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Sedang Tunggu Hubungan Jokowi dan Prabowo Renggang

Nasional
Tingkatkan Kapasitas SDM Kelautan dan Perikanan ASEAN, Kementerian KP Inisiasi Program Voga

Tingkatkan Kapasitas SDM Kelautan dan Perikanan ASEAN, Kementerian KP Inisiasi Program Voga

Nasional
9 Eks Komisioner KPK Surati Presiden, Minta Jokowi Tak Pilih Pansel Problematik

9 Eks Komisioner KPK Surati Presiden, Minta Jokowi Tak Pilih Pansel Problematik

Nasional
Tak Undang Jokowi di Rakernas, PDI-P Pertegas Posisinya Menjadi Oposisi

Tak Undang Jokowi di Rakernas, PDI-P Pertegas Posisinya Menjadi Oposisi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com