JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Luhut Binsar Pandjaitan menuturkan, sedikitnya ada sejumlah 47 pasal dalam Undang-Undang Nomor 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Luhut mengatakan, ada 10 hingga 12 pasal yang akan direvisi. Namun, ia menolak membeberkan bagian apa saja yang akan direvisi.
Luhut mengatakan bahwa dia akan melakukan pengecekan ulang sebelum diserahkan kepada Presiden.
"Jangan dulu lah orang belum selesai. Besok pukul 4 sore masih mau kami cek lagi. Nanti kalau masih belum lagi, Jumat cek lagi," ujar Luhut di Kantor Kemenko Polhukam, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu (27/1/2016).
Luhut membantah jika ada tudingan dari pihak-pihak yang menyatakan bahwa ada upaya pembatasan Hak Asasi Manusia dalam poin revisi UU itu.
Ia menegaskan, tak ada keinginan untuk represif dari pemerintah.
"Kami enggak membikin satu perubahan yg aneh-aneh, jadi yang sifatnya universal," tutur Luhut.
"Kita ini terlalu banyak dibatasi oleh istilah demokrasi. Kita terlalu demokratis sehingga pendulum kita itu terlalu banyak tekanan. Sekarang kita mau bawa pendulum itu ke tengah-tengah," ujarnya.
Ia menargetkan, draf revisi akan diserahkan kepada Presiden Joko Widodo Senin pekan depan. Presiden nantinya akan memeriksa draf tersebut baru kemudian akan disampaikan ke DPR.
Menurut Luhut, revisi UU Antiterorisme ini merupakan inisiatif pemerintah bersama DPR. Dukungan untuk memperkuat pencegahan aksi terorisme juga mendapat dukungan dari seluruh pimpinan lembaga negara.
Presiden Jokowi telah memutuskan memilih revisi Undang-undang Nomor 15/2003 tentang Pemberantasan Tindang Pidana Terorisme dalam rangka meningkatkan pencegahan terjadinya aksi terorisme.
Revisi UU itu diharapkan selesai pada tahun ini.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly menjelaskan, fungsi pencegahan akan ditingkatkan dengan diperluasnya kewenangan penindakan.
Kepolisian akan diberikan kewenangan melakukan penahanan sementara dalam jangka waktu yang lebih lama untuk memeriksa terduga teroris.
Penahanan diusulkan dapat berlangsung sekitar dua sampai empat pekan. Terduga teroris akan dibebaskan jika tidak terbukti terlibat atau akan melakukan aksi terorisme.
Yasonna melanjutkan, ada juga usulan mencabut kewarganegaraan bagi WNI yang berperang untuk kepentingan negara lain, atau kepentingan organisasi radikal di luar negeri.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.