JAKARTA, KOMPAS.com - Sidang praperadilan antara Richard Joost Lino melawan Komisi Pemberantasan Korupsi, Jumat (22/1/2016), selesai digelar.
Sidang kali ini mengagendakan kesimpulan pembuktian dari pemohon serta termohon kepada hakim. Pihak Lino yakin gugatannya dikabulkan oleh hakim tunggal Udjiati.
Salah satu alasannya, yakni tidak adanya penghitungan kerugian negara atas proyek pengadaan quay container crane (QCC) tahun 2010 oleh KPK.
"Satu hal yang kami tekankan betul sebagaimana kami sebut dalam permohonan kami bahwa ketika Pak Lino ditetapkan sebagai tersangka, tidak ada penghitungan kerugian negara," ujar Maqdir usai persidangan.
"Sementara, kami tahu betul bahwa penghitungan kerugian negara adalah satu elemen pokok untuk bisa menduga apa seseorangmelakukan korupsi sesuai Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Tipikor," kata dia.
Selain itu, Maqdir menganggap saksi fakta dan saksi ahli yang dihadirkan KPK dalam sidang pembuktian, Kamis kemarin, tidak relevan.
Contohnya, saksi yang membandingkan antara crane di Palembang, Pontianak dan Panjang dengan crane, sesuai dengan pendapatnya.
"Kata dia itu hasil penelusuran di internet saja. Berikutnya, dia memperbandingkan barang yang tidak apple to apple," tutur Maqdir.
"Karena yang dijadikan dasar meneliti itu single lift. Sementara, crane yang di tiga kota itu adalah twin lift," ujarnya.
Dalam sidang, pihak Lino dan KPK tidak membacakan kesimpulannya masing-masing. Keduanya hanya menyerahkan dokumen kesimpulan kepada Hakim Udjiati.
RJ Lino menggugat KPK atas penetapannya sebagai tersangka dalam sidang praperadilan.
Penetapan tersangka dianggap tidak sah atas beberapa alasan, antara lain tidak ada kerugian negara dalam penetapan tersangka itu dan penyelidik perkara bukanlah berasal dari Polri.
Selain itu, Lino mengaku tidak pernah diperiksa sebagai calon tersangka dan Lino merasa pengadaan QCC tidak memiliki unsur melawan hukum.
Lino sendiri dijerat sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan QCC tahun 2010.
Lino diduga menyalahgunakan wewenangnya dengan menunjuk langsung HDHM dari China dalam pengadaan tiga unit QCC di PT Pelindo II.
Pengadaan QCC tahun 2010 diadakan di Pontianak, Palembang, dan Lampung. Proyek pengadaan QCC ini bernilai Rp 100-an miliar.
Atas perbuatannya, Lino dijerat Pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUH Pidana.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.