Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Setya Novanto Beberkan Kronologi Tiga Pertemuan dengan Bos Freeport

Kompas.com - 19/11/2015, 08:45 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Tiga pertemuan antara Ketua DPR Setya Novanto, pengusaha minyak Riza Chalid dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin menimbulkan polemik. Pertemuan Novanto dan Riza itu salah satunya diduga membicarakan permintaan saham ke PT Freeport dengan mencatut nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.

Saat ditemui di kediamannya, kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (18/11/2015) malam, Setya Novanto menjelaskan kronologi ketiga pertemuan itu:

1. Pertemuan pertama, 27 April 2015

Menurut Novanto, pertemuan pertama ini berlangsung di ruang kerjanya, Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta. Sekitar pukul 14.00 WIB, Maroef datang menemui Novanto dan meminta tolong agar kontrak PT Freeport bisa diperpanjang sampai 2041.

Jika diperpanjang, PT Freeport bersedia membangun smelter sebagai imbalannya. Smelter tidak akan dibangun Papua, namun di Gresik yang persiapannya sudah matang. Sebaliknya, jika tak segera diperpanjang, Maroef mengancam akan ada sanksi arbitrase internasional bagi Indonesia pada Juli 2016.

Tak lama setelah pertemuan tersebut, Novanto bertemu Jokowi. Novanto pun menyampaikan keinginan Maroef. Namun, Presiden secara tegas menyatakan tidak akan membicarakan perpanjangan kontrak sampai 2019. Sebab, kontrak Freeport baru habis pada 2021.

"Presiden itu secara tegas menyampaikan apapun yang dilakukan terkait PT Freeport harus sesuai dengan undang-undang dan sesuai kepentingan bangsa Indonesia, khususnya masyarakat Papua," ujar Novanto.

2. Pertemuan kedua, 13 Mei 2015

Setelah mendapatkan penjelasan dari Presiden, akhirnya Novanto dan Maroef melakukan pertemuan kedua di sebuah hotel di kawasan Pacific Place, Jakarta, pukul 17.00 WIB. Namun, karena sudah ada kecurigaan kepada Maroef, khususnya terkait dengan ancaman Arbitrase Internasional, akhirnya Novanto pun memutuskan untuk mengajak Riza.

Pada intinya, Novanto mengaku menyampaikan apa yang dsampaikan Presiden dalam pertemuan sebelumnya, bahwa kontrak belum bisa diperpanjang sebelum 2019. Kontrak juga harus diubah agar menguntungkan masyarakat Indonesia, khususnya Papua.

"Saya tidak pernah mencatut karena Presiden dan Wakil Presiden itu lambang negara yang harus dihormati dan dijaga," ujar Novanto.

Mendengar penjelasan Novanto, Maroef tak terima. Dia menegaskan lagi ancamannya soal arbitrase internasional pada Juli 2016.

3. Pertemuan ketiga, 8 Juni 2015

Maroef tak puas dengan pertemuan kedua dan kembali mengajak Novanto bertemu. Pertemuan kembali dilakukan di hotel yang sama dengan lokasi pertemuan kedua, pukul 16.00 WIB. Maroef masih berupaya melobi Novanto agar membantu memuluskan renegosiasi kontrak hingga 2041.

Novanto menyanggupi karena masih penasaran dengan ancaman arbitrase internasional. Dia kembali mengajak Riza dalam pertemuan ketiga ini.

"Kita mempertanyakan masalah arbitrase itu ya. Padahal itu yang harus kita selesaikan. Ya sudah kita ketemu lagi deh," ucap Novanto.

Halaman:


Terkini Lainnya

Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem 'Mualaf Oposisi'

Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem "Mualaf Oposisi"

Nasional
Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi 'King Maker'

Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi "King Maker"

Nasional
Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Nasional
Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Nasional
Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Nasional
Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Nasional
Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Nasional
Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Nasional
Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Nasional
UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

Nasional
Jemaah Haji Tak Punya 'Smart Card' Terancam Deportasi dan Denda

Jemaah Haji Tak Punya "Smart Card" Terancam Deportasi dan Denda

Nasional
Sebelum Wafat, Jampidum Kejagung Sempat Dirawat di RSCM 2 Bulan

Sebelum Wafat, Jampidum Kejagung Sempat Dirawat di RSCM 2 Bulan

Nasional
Jampidum Kejagung Fadil Zumhana Meninggal Dunia

Jampidum Kejagung Fadil Zumhana Meninggal Dunia

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, PKS: Kontrol Terhadap Pemerintah Wajib

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, PKS: Kontrol Terhadap Pemerintah Wajib

Nasional
Istri di Minahasa Dibunuh karena Mengigau, Komnas Perempuan Sebut Fenomena Femisida

Istri di Minahasa Dibunuh karena Mengigau, Komnas Perempuan Sebut Fenomena Femisida

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com