Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jaksa: Suap oleh OC Kaligis Bentuk Penghinaan kepada Profesi Hakim

Kompas.com - 18/11/2015, 17:01 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi menuntut pengacara Otto Cornelis Kaligis 10 tahun penjara.

Dalam berkas tuntutannya, jaksa Yudi Kristiana menganggap perbuatan Kaligis menyuap hakim dan panitera Pengadilan Tata Usaha Negara di Medan telah mencoreng profesi hakim sebagai penegak hukum.

"Perbuatan terdakwa memberikan sesuatu kepada hakim tidak bisa disederhanakan sebagai perbuatan menyuap hakim, tetapi sebagai bentuk penghinaan sebagai profesi hakim karena hakim sedang menjalankan tugas mulia," ujar jaksa Yudi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (18/11/2015).

Selama ini, Kaligis kerap mengumbar dirinya adalah orang yang dermawan, kerap menyekolahkan orang lain setinggi-tingginya, dan membantu advokat lain yang kesulitan dari segi finansial untuk menimba ilmu.

Namun, kata Yudi, kedermawanan itu tidak berlaku dalam perkara yang menjerat Kaligis saat ini.

"Perbuatan terdakwa memberikan suap kepada hakim tidak boleh direduksi maknanya hanya sebagai momen untuk menunjukkan kedermawanan terdakwa kepada yang membutuhkan," ujar Yudi.

"Tetapi sebagai bentuk nyata upaya menurunkan martabat seseorang menjalankan tugas mulia sebagai hakim," ucapnya.

Yudi mengatakan, pemberian sesuatu kepada hakim tidak dapat hanya dipandang sebagai kebaikan Kaligis dalam menjalankan profesi, tetapi harus dipandang sebagai upaya mendistorsi sebuah profesi hukum.

Padahal, kata Yudi, dalam perkara hukum, semua legal profesional dalam proses hukum harus menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan.

Tak hanya itu, Yudi menganggap penyuapan oleh Kaligis merupakan simbolisasi cara berhukum yang merusak budaya hukum di tengah keseriusan Mahkamah Agung dalam membangun sistem antikorupsi.

"Amat disayangkan, tingginya gelar akademik sebagai doktor dan tingginya jabatan akademik sebagai profesor tidak pararel dengan kejujuran yang seharusnya dijunjung tinggi, dan bahkan cenderung berbelit-belit," kata Yudi.

Kaligis dituntut 10 tahun penjara dan denda sebesar Rp 500 juta subsider empat bulan kurungan.

Kaligis dianggap terbukti menyuap majelis hakim dan panitera PTUN di Medan sebesar 27.000 dollar AS dan 5.000 dollar Singapura.

Suap tersebut untuk memengaruhi putusan gugatan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara atas pengujian kewenangan Kejati Sumatera Utara terkait penyelidikan tentang terjadinya dugaan tindak pidana korupsi dana bantuan sosial (bansos), bantuan daerah bawahan (BDB), bantuan operasional sekolah (BOS), tunggakan dana bagi hasil (DBH), dan penyertaan modal pada sejumlah BUMD pada Pemerintah Provinsi Sumut.

Uang tersebut didapat Kaligis dari istri Gubernur nonaktif Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho, Evy Susanti, yang ingin suaminya "aman" dari penyelidikan oleh Kejati Sumut.

Diketahui, Evy memberikan uang sebesar 30.000 dollar AS kepada Kaligis untuk diserahkan kepada hakim dan panitera PTUN Medan.

Atas perbuatannya, Kaligis dijerat Pasal 6 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 UU No 31 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Projo: Nasihat Bagus

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Projo: Nasihat Bagus

Nasional
Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Nasional
Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Nasional
Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com