Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Putusan MK tentang Calon Tunggal Dapat Mengurangi Kontestasi di Pilkada

Kompas.com - 30/09/2015, 12:05 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Sekjen DPP Partai Persatuan Pembangunan Arwani Thomafi menilai bahwa putusan Mahkamah Konstitusi terkait pasangan calon tunggal dalam pilkada sebagai sebuah bentuk kemunduran demokrasi. Semangat kontestasi yang dibangun melalui undang-undang tentang pilkada kini direduksi oleh MK.

"Minusnya adalah terjadinya kemunduran dalam demokratisasi pilkada. Tidak ada lagi kontestasi calon," kata Arwani saat dihubungi, Selasa (29/9/2015).

Anggota Komisi II ini memperkirakan, dengan adanya putusan tersebut, jumlah pasangan calon tunggal saat pilkada diperkirakan akan semakin banyak. Tahun ini, ada tiga daerah yang memiliki calon tunggal kepala daerah, yaitu Kabupaten Blitar di Jawa Timur, Tasikmalaya di Jawa Barat, dan Timor Tengah Utara di Nusa Tenggara Timur (NTT). Pilkada berikutnya akan diadakan pada 2017 dan 2019.

"Semakin banyak pihak berusaha untuk mengondisikan agar hanya terjadi calom tunggal saja. Salah satunya dengan modal kekuatan logistik yang besar," ujarnya.

Meski demikian, Arwani menghormati putusan MK tersebut karena sifatnya yang final dan mengikat.

Dalam sidang putusan pada Selasa kemarin, MK menetapkan norma baru dalam mekanisme pemilihan kepala daerah dengan satu pasangan calon (calon tunggal). MK mengatur bahwa pemilihan calon tunggal dilakukan menggunakan kolom "setuju" dan "tidak setuju".

Putusan itu disampaikan atas gugatan uji materi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, DPR, DPD, dan DPRD. Pemohon dalam uji materi ini, yaitu Effendi Gazali, meminta agar MK menentukan mekanisme baru dalam pemilihan kepala daerah bagi calon tunggal. Ia meminta agar MK mengatur bahwa pemilihan calon tunggal menggunakan kotak kosong dalam surat suara.

Meski mengabulkan permohonan tentang pelaksanaan pilkada dengan calon tunggal, hakim MK tidak sependapat dengan mekanisme bumbung kosong yang diajukan pemohon. "Sebab, pemilihan satu paslon seharusnya upaya terakhir setelah pencalonan dilakukan dengan sungguh-sungguh," ujar hakim Suhartoyo.

Suhartoyo mengatakan, pemilihan melalui kolom "setuju" dan "tidak setuju" bertujuan memberikan hak masyarakat untuk memilih calon kepala daerahnya sendiri. Sebagai pemegang kedaulatan tertinggi dalam demokrasi, masyarakat mendapat hak untuk mengikuti pemilihan, termasuk untuk memilih menunda pemilihan. Menurut Suhartoyo, apabila yang memilih kolom "setuju" lebih banyak, maka calon tunggal itu ditetapkan sebagai kepala daerah. Tetapi, jika lebih banyak yang memilih "tidak setuju", maka pelaksanaan pilkada di daerah tersebut akan ditunda hingga pilkada pada periode selanjutnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jelaskan ke DPR soal Kenaikan UKT, Nadiem: Mahasiswa dari Keluarga Mampu Bayar Lebih Banyak

Jelaskan ke DPR soal Kenaikan UKT, Nadiem: Mahasiswa dari Keluarga Mampu Bayar Lebih Banyak

Nasional
Kasus BTS 4G, Eks Anggota BPK Achsanul Qosasi Dituntut 5 Tahun Penjara dan Denda Rp 500 Juta

Kasus BTS 4G, Eks Anggota BPK Achsanul Qosasi Dituntut 5 Tahun Penjara dan Denda Rp 500 Juta

Nasional
Kemensos Gelar Baksos di Sumba Timur, Sasar ODGJ, Penyandag Kusta dan Katarak, hingga Disabilitas

Kemensos Gelar Baksos di Sumba Timur, Sasar ODGJ, Penyandag Kusta dan Katarak, hingga Disabilitas

Nasional
Nadiem Tegaskan Kenaikan UKT Hanya Berlaku Bagi Mahasiswa Baru

Nadiem Tegaskan Kenaikan UKT Hanya Berlaku Bagi Mahasiswa Baru

Nasional
Eks Penyidik Sebut Nurul Ghufron Seharusnya Malu dan Mengundurkan Diri

Eks Penyidik Sebut Nurul Ghufron Seharusnya Malu dan Mengundurkan Diri

Nasional
Jokowi dan Iriana Bagikan Makan Siang untuk Anak-anak Pengungsi Korban Banjir Bandang Sumbar

Jokowi dan Iriana Bagikan Makan Siang untuk Anak-anak Pengungsi Korban Banjir Bandang Sumbar

Nasional
Prabowo Beri Atensi Sektor Industri untuk Generasi Z yang Sulit Cari Kerja

Prabowo Beri Atensi Sektor Industri untuk Generasi Z yang Sulit Cari Kerja

Nasional
Komisi X Rapat Bareng Nadiem Makarim, Minta Kenaikan UKT Dibatalkan

Komisi X Rapat Bareng Nadiem Makarim, Minta Kenaikan UKT Dibatalkan

Nasional
Menaker Ida Paparkan 3 Tujuan Evaluasi Pelaksanaan Program Desmigratif

Menaker Ida Paparkan 3 Tujuan Evaluasi Pelaksanaan Program Desmigratif

Nasional
ICW Dorong Dewas KPK Jatuhkan Sanksi Berat, Perintahkan Nurul Ghufron Mundur dari Wakil Ketua KPK

ICW Dorong Dewas KPK Jatuhkan Sanksi Berat, Perintahkan Nurul Ghufron Mundur dari Wakil Ketua KPK

Nasional
Prabowo Disebut Punya Tim Khusus untuk Telusuri Rekam Jejak Calon Menteri

Prabowo Disebut Punya Tim Khusus untuk Telusuri Rekam Jejak Calon Menteri

Nasional
Reformasi yang Semakin Setengah Hati

Reformasi yang Semakin Setengah Hati

Nasional
Lemhannas Dorong Reaktualisasi Ketahanan Nasional Lewat 'Geo Crybernetic'

Lemhannas Dorong Reaktualisasi Ketahanan Nasional Lewat "Geo Crybernetic"

Nasional
Dewas KPK Tetap Bacakan Putusan Sidang Etik Nurul Ghufron Hari Ini

Dewas KPK Tetap Bacakan Putusan Sidang Etik Nurul Ghufron Hari Ini

Nasional
Sukseskan WWF 2024, Pertamina Group Paparkan Aksi Dukung Keberlanjutan Air Bersih

Sukseskan WWF 2024, Pertamina Group Paparkan Aksi Dukung Keberlanjutan Air Bersih

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com