JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Presiden Jusuf Kalla mendukung rencana Polda Metro Jaya untuk memeriksa 17 instansi selain Kementerian Perdagangan yang terlibat dalam sistem satu pintu perizinan bongkar muat barang pelabuhan. Menurut Kalla, sudah menjadi kewajiban bagi penegak hukum untuk mengatasi masalah-masalah yang menghambat perekonomian nasional, termasuk waktu bongkar muat barang (dwell time).
"Dwelling time menghambat kecepatan logistik dalam negeri dan memakan biaya tinggi. Oleh karena itu lah maka upaya Kepolisian itu tentu kita dukung," kata Kalla di Kantor Wakil Presiden Jakarta, Kamis (30/7/2015).
Polda Metro Jaya menetapkan tiga tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait dwell time di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara. Ketiganya diduga terlibat permainan perizinan di Kementerian Perdagangan.
Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Tito Karnavian sebelumnya memastikan pihaknya tak hanya akan membongkar kasus di Kementerian Perdagangan (Kemendag), tetapi juga 17 instansi dan kementerian lain yang terlibat dalam kegiatan ekspor-impor di pelabuhan.
"Kami berkesimpulan ada tindak pidana, yaitu penyuapan dan gratifikasi, karena masalah perizinan. Saat ini lebih banyak di Kemendag, tetapi kami akan mengusut kementerian lain, dan 17 instansi lainnya. Kami tidak sebutkan karena penyidikan sedang berjalan," ungkap Tito di Jakarta, Rabu (29/7).
Tiga tersangka yang telah ditetapkan adalah pejabat di Direktorat Jenderal (Ditjen) Perdagangan Luar Negeri Kemendag berinisial I, pegawai honorer Kemendag (MU), dan seorang calo dari luar kementerian (N).
Selain itu, enam orang dari Kemendag juga masih diamankan penyidik. Penyidikan kasus itu berawal dari kekecewaan Presiden Joko Widodo saat berkunjung ke Pelabuhan Tanjung Priok dan mengetahui waktu bongkar muat di pelabuhan itu terlalu lama, kalah jauh dari Singapura dan Malaysia.
Selanjutnya, jajaran Polda Metro Jaya melakukan pengusutan apakah ada indikasi pelanggaran atau pidana. Dari pengusutan oleh Kepolisian Resor Pelabuhan Tanjung Priok serta Direktorat Reserse Kriminal Umum dan Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, diduga ada tindak pidana.
"Ada permasalahan sistem di sana. Ada sistem satu atap, berisi 18 kementerian dan lembaga. Ada namanya kegiatan pre-clearance yang meliputi kegiatan perizinan, orang mau impor harus ada izinnya, clearance di bea cukai, dan post-clearance untuk mengeluarkan barang yang sudah clear. Ini ada beberapa problem. Ada keterlambatan di ketiga bagian ini," papar Tito.
Pada pre-clearance ada permasalahan perizinan yang lambat. Sistem yang seharusnya dilakukan 18 instansi ternyata tidak efektif. "Perwakilan (setiap instansi) tak ada di situ sehingga pengusaha-pengusaha harus mengurusnya ke kantor-kantor menteri," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.