JAKARTA, KOMPAS.com — Kuasa hukum mantan Direktur Utama PLN Dahlan Iskan, Yusril Ihza Mahendra, menilai penetapan tersangka oleh Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta terhadap kliennya tidak sah. Yusril merasa ada yang janggal dengan penetapan tersangka Dahlan terkait kasus dugaan korupsi pengadaan gardu induk PLN.
Yusril menyampaikan, Dahlan ditetapkan sebagai tersangka oleh kejaksaan pada 5 Juni 2015, seusai menjalani pemeriksaan sebagai saksi. Menurut Yusril, penetapan Dahlan sebagai tersangka tidak dilengkapi dengan proses penyelidikan yang dilakukan oleh kejaksaan.
"Penetapan pemohon (Dahlan) sebagai tersangka tidak berdasarkan hukum yang berlaku sesuai Pasal 183 juncto 184 KUHAP karena penetapan tersangka harus dilakukan setelah ada penyelidikan," kata Yusril di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (27/7/2015), dalam sidang praperadilan yang diajukan Dahlan terhadap Kejati DKI Jakarta.
Yusril menuturkan, karena tidak sahnya proses penetapan tersangka, maka status tersangka pada Dahlan harus dibatalkan. Ia menilai, tidak mungkin penetapan status tersangka dilakukan pada hari yang sama dengan waktu pemeriksaan sebagai saksi. (Baca: Dahlan Iskan Minta Izin Berobat ke Tiongkok)
"Setelah pemohon (Dahlan) dijadikan tersangka, baru termohon (kejaksaan) mengumpulkan bukti dan memeriksa saksi, melakukan penggeledahan," ujarnya.
Terkait penggeledahan, kata Yusril, tidak ada satu pun dokumen yang disita dalam hasil penggeledahan memiliki kaitan dengan Dahlan. Bahkan, Yusril menyebut kejaksaan tidak melengkapi proses penggeledahan dengan tanda terima dokumen yang disita.
Mengenai jumlah kerugian negara, Yusril juga menuding kejaksaan tidak melibatkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) saat menghitung potensi kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi pengadaan gardu induk PLN oleh kejaksaan. (Baca: Kajati Jatim: Dahlan Iskan Diduga Tabrak Aturan Jual Aset BUMD)
"Yang berhak menghitung kerugian negara adalah BPK. Maka dari itu, penetapan kerugian negara tanpa melibatkan BPK itu tidak sah dan melanggar hukum. Berdasarkan uraian itu, sudah seharusnya PN Jakarta Selatan mengabulkan permohonan pemohon sepenuhnya," ucap Yusril.
Gugatan praperadilan itu didaftarkan oleh Dahlan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Jumat (3/7/2015). Dahlan Iskan ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi proyek pembangunan 21 gardu induk Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara PT PLN senilai Rp 1,06 triliun.
Penganggaran proyek 21 gardu induk itu diduga melanggar Peraturan Menteri Keuangan Nomor 56 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pengajuan Persetujuan Kontrak Tahun Jamak dalam Pengadaan Barang/Jasa.
Menurut Pasal 5 dalam peraturan itu, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) wajib mengeluarkan surat tanggung jawab dan pernyataan bahwa pengadaan/pembebasan lahan untuk pembangunan infrastruktur sudah dituntaskan. Setelah ada surat itu, Menteri Keuangan menyetujui sistem penganggaran proyek.
"Ini pembebasan lahannya banyak yang belum tuntas. Namun, ada surat dari KPA yang menyatakan bahwa lahan sudah siap sehingga Kementerian Keuangan setuju," ucap Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Adi Toegarisman seperti dikutip harian Kompas.
Terkait sistem pembayaran, menurut Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010, pembayaran dilakukan sesuai dengan perkembangan proyek.
"Di proyek ini, banyak pekerjaan yang belum dikerjakan, tetapi sudah dibayar dengan alasan untuk membeli material. Ini tak bisa dilakukan karena uang negara keluar dan tak ada hasilnya," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.