Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Putusan MK soal Pilkada Dianggap Adil

Kompas.com - 11/07/2015, 16:37 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Bivitri Susanti, mengatakan bahwa pengabulan uji materi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah oleh Mahkamah Konstitusi (MK) adalah hal yang mengejutkan. Namun, ia menganggap putusan itu adil karena memberikan perlakuan yang sama bagi calon kepala daerah.

"Karena ini diputuskan menjelang tenggat waktu partai-partai mendaftarkan diri bakal calon kepala daerahnya ke KPU. Tentunya, ini sangat mengejutkan," ujar Bivitri dalam acara diskusi di bilangan Menteng, Jakarta Pusat pada Sabtu (11/7/2015).

Bivitri mengapresiasi positif putusan MK tersebut. Menurut dia, putusan tersebut merupakan pelurusan atas produk hukum yang dibuat oleh legislatif dan eksekutif. Undang-undang itu, sebut dia, memang didasarkan legislatif dan eksekutif oleh kepentingan politik semata.

Bivitri mencontohkan poin yang direvisi, yakni terkait diperbolehkannya kerabat pejabat petahana (incumbent) untuk maju sebagai calon kepala daerah. Menurut dia, putusan itu bukan berarti MK melegalkan politik dinasti di Indonesia.

"MK sebenarnya bilang, pada dasarnya politik dinasti itu buruk bagi rakyat. Tapi, caranya itu bukannya menutup jalan seseorang untuk ikut pilkada karena itu kan hak konstitusional seorang warga negara," ujar Bivitri.

Demikian pula soal putusan bahwa anggota DPR RI yang ditetapkan sebagai calon kepala daerah harus mengundurkan diri terlebih dahulu dari jabatannya sebagai wakil rakyat di parlemen. "Saya kira ini fair," tambah Bivitri.

"Saya berani bilang saya obyektif karena saya baca alasan-alasan putusan itu. Argumentasi MK cukup masuk akal dan jelas," kata dia.

MK mengabulkan permohonan uji materi terhadap Pasal 7 huruf r Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota. Dengan demikian, keluarga dari kepala daerah incumbent dibolehkan maju sebagai calon kepala daerah.

Selain itu, MK juga mengubah ketentuan Pasal 7 huruf s UU Pilkada. Pasal tersebut dianggap telah diskriminatif karena tak mengharuskan anggota DPR, DPD dan DPRD yang mencalonkan diri sebagai kepala daerah berhenti dari jabatannya, tetapi cukup memberitahukan pencalonannya kepada pimpinan masing-masing. Padahal, penyelenggara negara lain, yakni pegawai negeri sipil, harus mundur dari jabatannya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sidang Gugatan PDI-P Kontra KPU di PTUN Digelar Tertutup

Sidang Gugatan PDI-P Kontra KPU di PTUN Digelar Tertutup

Nasional
Hakim MK Berang KPU Tak Hadiri Sidang Sengketa Pileg, Tuding Tak Pernah Serius sejak Pilpres

Hakim MK Berang KPU Tak Hadiri Sidang Sengketa Pileg, Tuding Tak Pernah Serius sejak Pilpres

Nasional
Video Viral Keributan di Stasiun Manggarai, Diduga Suporter Sepak Bola

Video Viral Keributan di Stasiun Manggarai, Diduga Suporter Sepak Bola

Nasional
PTUN Gelar Sidang Perdana PDI-P Kontra KPU Hari Ini

PTUN Gelar Sidang Perdana PDI-P Kontra KPU Hari Ini

Nasional
Profil Andi Gani, Tokoh Buruh yang Dekat dengan Jokowi Kini Jadi Staf Khusus Kapolri

Profil Andi Gani, Tokoh Buruh yang Dekat dengan Jokowi Kini Jadi Staf Khusus Kapolri

Nasional
Timnas Lawan Irak Malam Ini, Jokowi Harap Indonesia Menang

Timnas Lawan Irak Malam Ini, Jokowi Harap Indonesia Menang

Nasional
Peringati Hardiknas, KSP: Jangan Ada Lagi Cerita Guru Terjerat Pinjol

Peringati Hardiknas, KSP: Jangan Ada Lagi Cerita Guru Terjerat Pinjol

Nasional
Kekerasan Aparat dalam Peringatan Hari Buruh, Kontras Minta Kapolri Turun Tangan

Kekerasan Aparat dalam Peringatan Hari Buruh, Kontras Minta Kapolri Turun Tangan

Nasional
Menag Sebut Jemaah RI Akan Dapat 'Smart Card' Haji dari Pemerintah Saudi

Menag Sebut Jemaah RI Akan Dapat "Smart Card" Haji dari Pemerintah Saudi

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Ribuan Suara Pindah ke Partai Garuda di Dapil Sumut I-III

Sengketa Pileg, PPP Klaim Ribuan Suara Pindah ke Partai Garuda di Dapil Sumut I-III

Nasional
Temui KSAD, Ketua MPR Dorong Kebutuhan Alutsista TNI AD Terpenuhi Tahun Ini

Temui KSAD, Ketua MPR Dorong Kebutuhan Alutsista TNI AD Terpenuhi Tahun Ini

Nasional
Jokowi Resmikan Bendungan Tiu Suntuk di Sumbawa Barat, Total Anggaran Rp 1,4 Triliun

Jokowi Resmikan Bendungan Tiu Suntuk di Sumbawa Barat, Total Anggaran Rp 1,4 Triliun

Nasional
Meneropong Kabinet Prabowo-Gibran, Menteri 'Triumvirat' dan Keuangan Diprediksi Tak Diisi Politisi

Meneropong Kabinet Prabowo-Gibran, Menteri "Triumvirat" dan Keuangan Diprediksi Tak Diisi Politisi

Nasional
Dewas KPK Gelar Sidang Perdana Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron Hari Ini

Dewas KPK Gelar Sidang Perdana Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron Hari Ini

Nasional
Jokowi Resmikan 40 Kilometer Jalan Inpres Senilai Rp 211 Miliar di NTB

Jokowi Resmikan 40 Kilometer Jalan Inpres Senilai Rp 211 Miliar di NTB

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com