Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

JK: UUD 1945 Saja Diamandemen, Masa UU KPK Tidak?

Kompas.com - 22/06/2015, 15:39 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Wakil Presiden Jusuf Kalla menolak anggapan sejumlah pihak yang menilai Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi tak perlu direvisi. Menurut dia, perlu dilakukan revisi yang mengarah pada perbaikan dan penguatan dengan menyesuaikan perkembangan zaman.

"Begini, untuk memperbaiki keadaan setelah sekian puluh tahun, ada hal-hal tertentu yang perlu penguatan, perlu perbaikan. Undang-Undang Dasar (1945) saja diamandemen kok, masa UU KPK (tidak bisa direvisi), apabila dibutuhkan, ini kan sudah 13 tahun, tentu banyak perkembangan-perkembangan," kata Kalla di Kantor Wakil Presiden Jakarta, Senin (22/6/2015).

Kendati demikian, menurut Kalla, perlu dipelajari secara menyeluruh di bagian mana dari UU KPK yang perlu direvisi. Para pelajar, aktivis, ataupun ahli hukum dipersilakan menyampaikan masukannya.

Ia juga menilai ada yang salah dengan upaya pemberantasan korupsi. Selama ini upaya penindakan KPK sudah cukup keras, tetapi korupsi tidak juga berhenti. (Baca: Kata Ruhut, Jokowi Seharusnya Gerah Lihat Sikap JK)

"Ada enggak negara yang tangkap delapan menterinya? Memenjarakannya? Ada enggak negara yang menangkap 14 gubernur selama 10 tahun? Tidak. Kita yang terhebat, tapi kenapa korupsi belum berhenti. Jadi sesuatu mesti dievaluasi, harus dievaluasi. Terbesar di dunia ini, usaha pemberantasan korupsi oleh KPK, jaksa agung, polisi terhebat di dunia," tutur Kalla.

"Undang-Undang Dasar saja diamandemen, yang tidak boleh diamandemen itu cuma Al Quran, hadis, Injil, itu saja," sambung Kalla. (Baca: Politisi Gerindra Bingung Jokowi-JK Beda Sikap Terkait Revisi UU KPK)

JK sebelumnya membantah memiliki pandangan yang berseberangan dengan Jokowi terkait wacana revisi UU KPK. Kalla menilai dirinya dan Jokowi hanya berbeda gaya bicara.

"Kita tidak beda paham, cuma cara bicaranya yang beda. Tujuannya sama, untuk perbaikan," kata JK seusai menghadiri acara buka puasa bersama di kantor DPP Partai Nasdem di Gondangdia, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (20/6/2015).

JK berpendapat, upaya revisi UU KPK bukan untuk mengurangi kewenangan KPK. Seperti wacana revisi terkait penyadapan, menurut JK, prosedur penyadapan perlu diperketat. (Baca: Kalla: Revisi UU Bukan Berarti untuk Memperlemah KPK)

"Jangan sampai nanti kau bicara dengan pacarmu terus disadap, bagaimana?" ujar Kalla menyikapi rencana revisi UU KPK.

Menurut JK, suatu kewenangan harus dibatasi. Tidak ada kekuatan suatu lembaga yang mutlak tanpa dibatasi aturan. (Baca: Wapres Jusuf Kalla Nilai Kewenangan KPK Harus Dibatasi)

"Yang terpenting itu KPK tanggung jawabnya bagaimana mengukurnya, kan bukan berarti KPK punya kekuasaan yang tidak ada batasnya, kan harus ada batasannya juga," ujarnya.

Sebaliknya, Jokowi menolak UU KPK direvisi. Menteri Sekretaris Negara Pratikno sebelumnya mengatakan bahwa Presiden sudah menyatakan pemerintah tidak ingin merevisi UU KPK. (Baca: Mensesneg: Revisi UU KPK Usulan DPR, Pemerintah Enggak Bisa "Ngapa-ngapain")

"Jadi Presiden sudah sampaikan, Presiden tegaskan tidak ada niatan untuk melakukan revisi tentang UU KPK. Itu masuk dalam inisiatif DPR. Karena masuk inisiatif DPR, maka pemerintah enggak bisa ngapa-ngapain," kata Pratikno di Istana Kepresidenan, Rabu (17/6/2015).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Nasional
PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR Meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR Meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

Nasional
Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Nasional
Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Nasional
Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, 'Push Up'

Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, "Push Up"

Nasional
KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

Nasional
Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Nasional
Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Nasional
KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

Nasional
Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Nasional
Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Nasional
Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 Miliar 

Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 Miliar 

Nasional
Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Nasional
Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo', Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Sebut Jokowi Kader "Mbalelo", Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Nasional
[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri 'Triumvirat' Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri "Triumvirat" Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com