Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ujian Integritas Pansel KPK

Kompas.com - 14/06/2015, 14:30 WIB

JAKARTA, KOMPAS
— Kemunculan calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi yang diajukan institusi penegak hukum menjadi ujian bagi Panitia Seleksi Pimpinan KPK. Sembilan anggota Panitia Seleksi harus membuktikan independensi mereka dalam menyeleksi calon pimpinan KPK.

"Kalau ada suara-suara kekhawatiran terkait calon pimpinan yang diajukan instansi tertentu, itu tugas Panitia Seleksi untuk menggali sejauh mana si calon melepaskan diri dari lembaganya dan tidak terikat kepentingan," kata pakar hukum pidana Universitas Indonesia, Achyar Salmi, di Jakarta, Sabtu (13/6).

Achyar yang pernah menjadi anggota Panitia Seleksi KPK jilid III ini mengungkapkan, yang terpenting adalah integritas individu tersebut. "Tidak masalah siapa yang mendaftarkan selama individu tersebut berkomitmen tidak ada balas budi atau ewuh pakewuh pada instansi yang mendaftarkannya. Ini harus diuji Panitia Seleksi," ujar Achyar.

Ia pun mencontohkan beberapa nama yang masuk KPK dengan status aktif pada institusi tersebut, tetapi integritasnya terjaga. Dari kalangan pimpinan, Antasari Azhar membuktikan keberaniannya dalam memberantas korupsi, bahkan dari kalangan jaksa, lingkungan kerjanya sebelum bergabung di KPK. Begitu pula dengan penyidik KPK, Novel Baswedan, yang menyidik kasus-kasus petinggi Polri.

"Untuk itu, Panitia Seleksi harus bekerja keras. Sebab, jika pimpinan ke depan bermasalah, integritas panitia ini akan dipertanyakan. Jadi, harus benar-benar bebas dari tekanan. Jika ada tekanan atau ancaman, panitia sebaiknya menyuarakannya kepada publik," kata Achyar.

Hal senada diungkapkan Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia Dadang Trisasongko. Pengajuan calon pimpinan KPK oleh institusi diizinkan. Namun, sesuai aturan, yang diseleksi individunya, bukan lembaganya. Kriteria pada Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK juga mengacu ke individu.

"Jadi, serahkan saja kepada Panitia Seleksi yang bekerja. KPK bukan lembaga perwakilan yang harus mengakomodasi perwakilan dari lembaga atau organisasi tertentu. Yang terpilih adalah individu yang berintegritas dan kompeten apa pun latar belakangnya," ujar Dadang.

Hingga Sabtu, Panitia Seleksi telah menerima 70 berkas pendaftar yang mayoritas advokat. Sementara itu, Kepolisian RI mengajukan tiga calon. Kejaksaan Agung masih mempertimbangkan kemungkinan memasukkan nama anggotanya untuk didaftarkan.

Hak semua anak bangsa

Di Purbalingga, Jawa Tengah, Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja meminta masyarakat untuk tidak alergi dengan calon pimpinan KPK dari unsur kepolisian. Semua anak bangsa berhak dicalonkan sebagai pimpinan lembaga anti rasuah itu, asal memiliki rekam jejak baik dan tidak terbebani persoalan masa lalu.

"Semua orang terbuka peluangnya untuk menjadi pimpinan KPK. Semuanya bisa ikut. Tidak masalah jika (calon) itu dari Polri. Bahkan, TNI (Tentara Nasional Indonesia) sekalipun, kami harapkan bisa masuk," ujar Adnan Pandu di sela-sela pergelaran Anti Corruption Film Festival (ACFFest) 2015 di Kabupaten Purbalingga, Sabtu.

Pimpinan sementara KPK, menurut Pandu, telah bertemu dengan Pansel Pimpinan KPK. Dalam kesempatan tersebut, dia meminta Pansel mampu menghasilkan figur-figur yang bisa membawa kinerja lembaga itu lebih baik dari sebelumnya.

Salah satunya dengan pelibatan publik sejak awal proses pencalonan. Masyarakat diminta aktif melaporkan jika ada nama-nama yang diduga atau sudah terbukti terkait kasus. Pasalnya, kata Pandu, sebisa mungkin pimpinan KPK tidak punya "dosa" masa lalu yang bisa memunculkan potensi kriminalisasi.

Peneliti Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI) FHUI, Dio Ashar Wicaksana, mengatakan, pencalonan pimpinan KPK secara institusional oleh Polri dan Kejaksaan Agung berpotensi menimbulkan konflik kepentingan di tubuh KPK. "Lebih baik jika anggota dari kejaksaan atau kepolisian mendaftar sebagai pimpinan KPK secara personal," kata Dio.

Menurut Dio, jika dicalonkan secara institusional, calon bersangkutan bisa dianggap titipan kepentingan dari Polri atau Kejaksaan Agung. (ian/faj/gre)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Projo: Nasihat Bagus

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Projo: Nasihat Bagus

Nasional
Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Nasional
Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Nasional
Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com