Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 30/04/2015, 07:15 WIB

KOMPAS.com — Kasus Mary Jane Veloso memperlihatkan masih banyaknya kelemahan dalam hukum Indonesia. Maka dari itu, hukuman mati tak patut diterapkan dan Presiden Joko Widodo perlu meninjau lagi kebijakan menolak permohonan grasi tanpa memeriksa secara cermat. Demikian kata pengamat.

Jaksa Agung HM Prasetyo mengatakan bahwa memang benar ternyata ada fakta-fakta dan indikasi bahwa Mary Jane Veloso adalah korban dari perdagangan manusia.

"Kemarin, ada orang yang menyerahkan diri kepada polisi Filipina mengaku bahwa dialah sebenarnya yang merekrut Mary Jane dengan dalih untuk dipekerjakan di Malaysia, tetapi tiba-tiba dialihkan ke Indonesia, mendarat di Yogya," kata Prasetyo kepada para wartawan.

Ditunda, bukan dibatalkan

Namun, Prasetyo menegaskan bahwa statusnya sekarang ini adalah penundaan eksekusi, bukan pembatalan hukuman. Hal ini dijelaskan pula oleh Presiden Jokowi sendiri dalam kesempatan lain.

Direktur Eksekutif LSM Imparsial, Poengky Indarti, mengatakan bahwa paparan Prasetyo menggambarkan buruknya hukum di Indonesia, yang tidak ada prinsip kehati-hatian, tidak ada prinsip fair trial.

"Kasus Mary Jane menunjukkan jelas kebiasaan kebanyakan hakim di Indonesia, juga jaksa, yang tidak menggali permasalahan dan fakta-fakta. Mereka lebih suka mendasarkan proses pengadilan pada apa yang ada di berita acara pemeriksaan (BAP) yang disusun polisi. Mereka tidak teliti, tidak cermat dalam memeriksa BAP itu," kata Poengky.

Yang mengerikan, kata Poengky, proses hukum yang jauh dari prinsip kehati-hatian itu juga terjadi untuk kasus-kasus yang ancamannya hukuman mati.

Dengan demikian, hal ini membuka kemungkinan yang sangat besar bahwa terdakwa dihukum mati, dan akhirnya dieksekusi, padahal tidak bersalah atau perbuatan pidananya tidak cukup berat untuk divonis dengan hukuman mati.

Hal ini sebagaimana terjadi terhadap Mary Jane Veloso. Juga sebagaimana terjadi terhadap Zainal Abidin, warga Indonesia yang dieksekusi Rabu dini hari lalu bersama tujuh orang lain.

Menurut Poengky, hakim di berbagai tingkat tidak memedulikan fakta bahwa Zainal Abidin disiksa dalam pemeriksaan agar mengaku, padahal ia hanya dijebak temannya sendiri.

Mary Jane Veloso sedikit lebih beruntung karena pada saat-saat akhir Presiden Jokowi berhasil diyakinkan tentang fakta-fakta di luar putusan pengadilan, khususnya setelah ada pengakuan orang yang menjebak "perempuan miskin" beranak dua itu.

Ledakan kegembiraan

Di Filipina, penundaan eksekusi Mary Jane Veloso disambut luar biasa gembira oleh ratusan orang yang berkumpul di depan Kedubes RI di Manila dan di berbagai tempat di seluruh negeri.

Ivanka Custodio di Quezon City menjelaskan kepada BBC, "Orang-orang Filipina sangat senang dengan penundaan eksekusi ini. Kami menganggapnya sebagai semacam kemenangan karena hampir semua yakin bahwa Mary Jane Veloso adalah korban dari perdagangan manusia dan ia semestinya diperlakukan seperti itu."

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com