"Bisa saja pemblokiran dibatalkan, apabila pengelola menyampaikan keberatan. Istilahnya normalisasi," ujar Ketua Bidang Hukum dan Regulasi Desk Cyber Kementerian Politik Hukum dan Keamanan Edmon Makarim, dalam diskusi Perspektif Indonesia di Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (4/4/2015).
Meski demikian, menurut Edmon, pemerintah akan melakukan pengkajian ulang terhadap pernyataan keberatan pengelola situs, dengan informasi yang ditampilkan dalam halaman situs yang di publikasikan.
Direktur Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat UIN Jakarta, Ali Munhanif mengatakan, pemerintah dalam hal ini bertugas untuk menjaga keamanan nasional.
Menurut Ali, pemerintah bisa menjadi fasilitator untuk mencegah agar paham radikal yang menyebarkan permusuhan tidak masuk ke ruang publik.
Meski setuju dengan sikap pemerintah untuk memblokir situs-situs yang dianggap radikal, Ali mengatakan, diperlukan suatu komunikasi lebih lanjut dengan para pengelola situs, agar pemerintah dapat menjalankan fungsi pembinaan.
"Saya mengimbau para pengelola situs, untuk sepakat, bahwa dakwah dalam media publik harus diimbangi sensitivitas multikulturalisme. Banyak aspek Islam yang bisa membangun keberadaban, dibanding terus menganggap orang lain kafir, sehingga membuat permusuhan," kata Ali.
Melalui surat Nomor 149/ K.BNPT/3/2015, Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) meminta kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk memblokir sejumlah situs web.
Pemblokiran itu dilakukan karena situs-situs tersebut dianggap sebagai penggerak paham radikalisme dan sebagai simpatisan radikalisme.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.