Menurut Edmon, pemerintah sebenarnya hanya menghalangi agar halaman situs tidak menjadi konsumsi publik. "Tidak ada yang disensor, apalagi disebut pemerintah melakukan penutupan situs. Itu tidak benar," ujar Edmon dalam diskusi Perspektif Indonesia bersama Smart FM dan Populi Center, di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (4/4/2015).
Menurut Edmon, banyak yang salah dengan menilai bahwa pemerintah telah menutup 22 situs yang dianggap membahayakan keamanan nasional. Menurut Edmon, pemerintah hanya memblokir halaman situs di wilayah lokal, agar tidak menjadi konsumsi publik. Edmon juga mengatakan, tidak tepat apabila pemerintah disebut telah melakukan sensor terhadap konten situs.
Menurut Edmon, pemerintah melakukan pembatasan setelah halaman yang berisi informasi yang dianggap radikal tersebut beredar di publik. "Situs tidak ditutup, hanya tidak bisa dilihat. Sebab, kalau mau menghilangkan sebuah situs, butuh putusan pengadilan," kata Edmon.
Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara, Senin lalu membenarkan adanya pemblokiran situs-situs yang menyebarkan paham radikalisme. Pemblokiran dilakukan atas permintaan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Ia mengatakan, apabila permintaan disampaikan langsung oleh BNPT maka hampir pasti situs-situs itu terkait dengan radikalisme dan terorisme.
Berikut 22 situs yang diblokir itu, yaitu arrahmah.com, voa-islam.com, ghur4ba.blogspot.com, panjimas.com, thoriquna.com, dakwatuna.com, kafilahmujahid.com, an-najah.net, muslimdaily.net, hidayatullah.com, salam-online.com, aqlislamiccenter.com, kiblat.net, dakwahmedia.com, muqawamah.com, lasdipo.com, gemaislam.com, eramuslim.com, daulahislam.com, mshoutussalam.com, azzammedia.com, dan Indonesiasupportislamicstate.blogspot.com
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.