Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengesahan Pengurus Partai oleh Menkumham Bisa Ganggu Gerak Presiden

Kompas.com - 16/03/2015, 19:43 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
 - Pengesahan pengurus DPP Partai Golkar dan Partai Persatuan Pembangunan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly dapat menjadi batu sandungan bagi Presiden Joko Widodo dalam menggulirkan roda pemerintah. Langkah itu dianggap tidak perlu dilakukan karena akan mengganggu konsentrasi pemerintah dalam menata negara.

Ahli hukum tata negara Universitas Hasanuddin Irman Putra Sidin menilai Yasonna telah salah langkah karena mengesahkan pengurus yang sah pada masing-masing partai tersebut. Langkah itu telah menimbulkan turbulensi atau guncangan yang dapat menganggu jalannya pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.

"(Pengesahan pengurus) tidak perlu dilakukan karena itu justru menganggu Presiden sendiri dalam hal pemulihan negara menjadi negara yang normal karena banyak sekali problem yang harus diselesaikan," kata Irman, Senin (16/3/2015) di Jakarta.

Menurut Irman, Menkumham sedianya membiarkan proses hukum berjalan atas sengketa kepengurusan kedua partai itu. Yasonna tidak perlu terbawa arus pertarungan antara dua kubu koalisi, yakni Koalisi Merah Putih dan Koalisi Indonesia Hebat.

"Makanya, tidak perlu terus larut antara pertarungan dua kubu KMP dan KIH yang kemudian menyeret institusi kekuasaan untuk mengesahkan salah satunya," ucap Irman.

Ia berpendapat bahwa pengesahan pengurus dari salah satu kubu Golkar dan PPP tersebut dapat berdampak terhadap situasi politik ke depan. Ada konsekuensi politik yang bakal ditanggung pemerintah atas pengesahan tersebut. Ke depan, pemerintah akan disibukkan dengan permasalahan politik ini padahal banyak masalah penting lain yang menunggu diselesaikan.

"Salah satu contoh kan kita sibuk dengan hal-hal yang seperti ini, sementara ekonomi kita sedang bergerak menjadi hal yang tidak nyaman, rupiah mulai begerak mengkhawatirkan. Kita sibuk dengan turbulensi itu," kata dia.

Ia menekankan kepada Presiden Jokowi untuk menghimpun kekuatan dua koalisi, baik KMP maupun KIH, dalam menyelesaikan permasalahan tersebut.

Karena permasalahan ini, kini Menkumham menghadapi ancaman penggunaan hak angket oleh Koalisi Merah Putih di DPR. Irman menilai wacana pengguliran hak angket ini sebagai gertak sambal. Menurut dia, hal yang perlu dilakukan saat ini adalah Presiden Jokowi harus menghimpun kekuatan dua koalisi, yakni Koalisi Merah Putih dan Koalisi Indonesia Hebat, untuk menyelesaikan masalah tersebut.

Putusan Menkumham terkait penyelesaian dualisme kepengurusan di tubuh PPP dan Partai Golkar mendapat kritik karena dianggap kental nuansa politik. Saat menangani konflik PPP, Yasonna mengakui kepengurusan yang dipimpin Romahurmuziy. (baca: Menkumham Persilakan Gugat Keputusannya Sahkan Kepengurusan PPP Kubu Romy)

Adapun terkait konflik Golkar, Menkumham mengakui kepengurusan Agung Laksono berdasarkan putusan Mahkamah Partai. (Baca: Menkumham Minta Agung Susun Kepengurusan Golkar untuk Disahkan)

Putusan Menkumham itu kemudian mendapat perlawanan secara hukum dan politik. Pengurus PPP kubu Djan Faridz dinyatakan menang saat menggugat putusan Menkumham pada PTUN. (baca: Suryadharma Minta Menkumham Tak Ajukan Banding Putusan PTUN)

Sementara kubu Aburizal berencana melayangkan gugatan serupa ke PTUN dan berencana mengambil sikap politik dengan mengajukan angket di DPR RI. (Baca: Aburizal: Keputusan Menkumham Cederai Keadilan dan Demokrasi)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Status Taruna STIP yang Aniaya Junior Bakal Dicopot

Status Taruna STIP yang Aniaya Junior Bakal Dicopot

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com