Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

JK Minta KPI Gandeng Penegak Hukum untuk Menindak Pelanggaran UU Penyiaran

Kompas.com - 13/11/2014, 15:33 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Presiden Jusuf Kalla meminta Komisi Penyiaran Indonesia untuk menegakkan undan-undang penyiaran. KPI diminta bekerjasama dengan penegak hukum agar pelanggar undang-undang penyiaran bisa diproses secara hukum.

“Bapak Wapres memberikan arahan terkait penegakkan hukum penyiaran, di mana KPI diharapkan bisa menjalin kerjasama dengan penegak hukum untuk memang menegakkan peraturan penyiaran yang ada, baik undang-undang dan peraturan terkait agar di dalam penyelenggaraan penyiaran taat pada peraturan yang berlaku,” kata Ketua KPI Judhariksawan di Kantor Wakil Presiden Jakarta, Kamis (13/11/2014) seusai bertemu dengan Wapres Jusuf Kalla.

Menurut Judha, harapan tersebut disampaikan Wapres mengingat banyak keluhan masyarakat mengenai isi siaran dari lembaga-lembaga penyiaran yang ada. Mereka mengeluhkan adanya siaran lembaga penyiaran yang dikhawatirkan mengganggu integrasi nasional, bahkan bisa membentuk karakter bangsa yang kurang baik.

“KPI diharapkan untuk jangan ragu-ragu, semakin tegas untuk menegakkan hukum penyiaran in karena konteksnya KPI hanya mengawasi isi siaran maka diharapkan ada sinergi aparatur penegak hukum,” ujar Judha.

Diakuinya, KPI tidak berwenang memproses hukum suatu lembaga penyiaran yang dianggap melanggar undang-undang. Karena itu, KPI harus bekerjasama dengan penegak hukum atau Kementerian Komunikasi dan Informatika. Sebagai lembaga pengawas, lanjut Judha, KPI hanya berwenang untuk menjadi tangan pertama yang menemukan dan mengenai dugaan tindak pidana terkait penyiaran.

“Jika KPI menemukan itu, seharusnya itu kemudian diteruskan ke aparatur yang berwenang, kepolisian dan pihak hukum yang lain, apakah ke proses persidangan, dilihat konteksnya pelanggaran yang terjadi,” ucap Judha.

Judha juga menyampaikan, tidak semua pelanggaran undang-undang penyiaran bisa dipidanakan. Ada beberapa kategori yang bisa dianggap tindak pidana. Contohnya, kata Judha, jika isi siaran mengandung fitnah, bohong, atau informasi yang menyesatkan.

“Salah satu yang ada di undang-undang penyiaran, ancamannya adalah pidana. Itu dipandang sebagai tindak pidana penyiaran. Jika KPI menemukenali adanya isi siaran yang mengrah ke sana dan bisa menyiapkan alat ukti dan analisis yang kuat bisa kita pidanakan,” ujar dia.

Di samping itu, kata Judha, KPI sebenarnya bisa memberikan rekomendasi kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk mencabut izin penyiaran suatu lembaga penyiaran. Pada masa pemilu beberapa waktu lalu, KPI pernah merekomendasikan untuk meninjauh izin dua lembaga penyiaran. Namun, lanjut Judha, pencabutan izin siaran baru bisa dilakukan jika ada putusan pengadilannya yang berkekuatan hukum tetap.

“Nah mungkin di sana ada prosesnya, apakah pelanggaran bisa sampai pencabutan izin siaran, jawabannya bisa saja. Misalnya isi siarannya berisi fitnah bohong, kemudian kami ajukan ke Kepolisian dan disidangkan. Kalau putusannya pengadilan berat maka bisa saja izin lembaga siaran bisa ditinjau, tapi harus ada putusan pengadilan,” ucap Judha.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Nasional
5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

Nasional
Deretan Mobil Mewah yang Disita di Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Deretan Mobil Mewah yang Disita di Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Nasional
[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com