Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kejaksaan Agung Dituntut Utamakan Kasus Pencucian Uang

Kompas.com - 08/11/2014, 13:08 WIB

JAKARTA, KOMPAS —
Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Muhammad Yusuf menilai perkara tindak pidana pencucian uang harus diprioritaskan Kejaksaan Agung ke depan. Ini penting karena pengusutan tindak pidana pencucian uang akan mengoptimalkan pengembalian uang ke negara.

”Kejaksaan harus meningkatkan kinerjanya dalam menyidik perkara TPPU (tindak pidana pencucian uang) dengan mengikuti aliran dana dari perbuatan korupsi. Kejaksaan juga harus mengoptimalkan laporan analisis transaksi keuangan mencurigakan yang disampaikan PPATK,” kata Yusuf, Jumat (7/11), di Jakarta.

Dengan menggunakan pasal pencucian uang, penyidik dapat merampas aset atau kekayaan yang berasal dari hasil korupsi. Penyidik juga bisa menyita harta kekayaan yang tidak bisa dijelaskan asal-usulnya karena diduga berasal dari korupsi.

Selain memprioritaskan perkara TPPU, kejaksaan harus membenahi sumber daya manusia. ”Kejaksaan perlu memperbanyak SDM yang berkemampuan menyidik kasus korupsi,” katanya.

Desakan kepada Presiden Joko Widodo untuk segera mengumumkan nama Jaksa Agung terus muncul. Presiden, seperti dikatakan peneliti senior dari Indonesia Public Institute, Karyono Wibowo, diminta mengoptimalkan hak prerogatif dalam menentukan Jaksa Agung. ”Presiden harus bergerak sesuai program yang disusun. Banyak rekomendasi, tetapi semua kembali lagi kepada Presiden,” kata Karyono, Jumat.

Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Alvon K Palma juga mendesak Presiden segera menetapkan Jaksa Agung. ”Makin lama ditetapkan hanya akan menyebabkan makin kuatnya tarik-menarik kepentingan,” ujarnya.

Alvon pun menyatakan keheranannya. ”Masyarakat sipil sudah berdebat soal calon Jaksa Agung sebelum kabinet terpilih. Namun, setelah kabinet terpilih dan bekerja, Jaksa Agung belum juga terpilih,” katanya.

Menurut Alvon, bagi YLBHI, Jaksa Agung dari luar partai politik tetap harga mati. ”Lebih baik memang Jaksa Agung tidak berasal dari partai politik, terutama karena menteri di bidang hukum dan HAM adalah kader partai politik,” katanya.

Perlu penelusuran

Peneliti senior dari Transparency International Indonesia, Fahmi Badoh, berpendapat, rekam jejak calon Jaksa Agung perlu ditelusuri KPK dan PPATK. Hal ini mengingat posisi Jaksa Agung sangat rentan dan banyak asumsi publik terkait jaksa tidak bersih. Bahkan, ia menyarankan calon Jaksa Agung juga menyerahkan laporan harta kekayaan penyelenggara negara.

”Harus mau (calon Jaksa Agung) diperiksa KPK dan PPATK. Ini untuk menjaga kredibilitas karena posisi Jaksa Agung ini jabatan strategis,” ujar Fahmi.

Advokat senior Todung Mulya Lubis mengungkapkan hal senada. Jika Presiden memang berkomitmen memberantas korupsi, pemilihan penuntut hukum tertinggi ini harus melibatkan KPK dalam penelusuran rekam jejak. Sebab, ekspektasi publik terhadap langkah pemberantasan korupsi di pemerintahan ini cukup tinggi. ”Ini pertaruhan bagi pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Jika memilih tanpa memperhatikan rekam jejak, dan ternyata Jaksa Agung terpilih bermasalah, dapat mengacaukan kinerja,” kata Todung.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Tony Tribagus Spontana enggan menanggapi jika KPK ikut dilibatkan dalam penelusuran rekam jejak calon Jaksa Agung. ”Kalau dari internal, ada jenjang karier yang dilihat dan menandakan rekam jejaknya,” ujar Tony. 
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tokoh Pers Salim Said Meninggal Dunia

Tokoh Pers Salim Said Meninggal Dunia

Nasional
Sekjen PBB: Yusril Akan Mundur dari Ketum, Dua Nama Penggantinya Mengerucut

Sekjen PBB: Yusril Akan Mundur dari Ketum, Dua Nama Penggantinya Mengerucut

Nasional
Sekjen DPR Gugat Praperadilan KPK ke PN Jaksel

Sekjen DPR Gugat Praperadilan KPK ke PN Jaksel

Nasional
Gaduh Kenaikan UKT, Pengamat: Jangan Sampai Problemnya di Pemerintah Dialihkan ke Kampus

Gaduh Kenaikan UKT, Pengamat: Jangan Sampai Problemnya di Pemerintah Dialihkan ke Kampus

Nasional
15 Tahun Meneliti Drone AI Militer, 'Prof Drone UI' Mengaku Belum Ada Kerja Sama dengan TNI

15 Tahun Meneliti Drone AI Militer, "Prof Drone UI" Mengaku Belum Ada Kerja Sama dengan TNI

Nasional
Pengembangan Drone AI Militer Indonesia Terkendala Ketersediaan 'Hardware'

Pengembangan Drone AI Militer Indonesia Terkendala Ketersediaan "Hardware"

Nasional
Indonesia Harus Kembangkan 'Drone AI' Sendiri untuk TNI Agar Tak Bergantung ke Negara Lain

Indonesia Harus Kembangkan "Drone AI" Sendiri untuk TNI Agar Tak Bergantung ke Negara Lain

Nasional
Tak Kunjung Tegaskan Diri Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Sedang Tunggu Hubungan Jokowi dan Prabowo Renggang

Tak Kunjung Tegaskan Diri Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Sedang Tunggu Hubungan Jokowi dan Prabowo Renggang

Nasional
Tingkatkan Kapasitas SDM Kelautan dan Perikanan ASEAN, Kementerian KP Inisiasi Program Voga

Tingkatkan Kapasitas SDM Kelautan dan Perikanan ASEAN, Kementerian KP Inisiasi Program Voga

Nasional
9 Eks Komisioner KPK Surati Presiden, Minta Jokowi Tak Pilih Pansel Problematik

9 Eks Komisioner KPK Surati Presiden, Minta Jokowi Tak Pilih Pansel Problematik

Nasional
Tak Undang Jokowi di Rakernas, PDI-P Pertegas Posisinya Menjadi Oposisi

Tak Undang Jokowi di Rakernas, PDI-P Pertegas Posisinya Menjadi Oposisi

Nasional
Bea Cukai: Pemerintah Sepakati Perubahan Kebijakan dan Pengaturan Barang Impor

Bea Cukai: Pemerintah Sepakati Perubahan Kebijakan dan Pengaturan Barang Impor

Nasional
Setelah Mahasiswa, DPR Buka Pintu untuk Perguruan Tinggi yang Ingin Adukan Persoalan UKT

Setelah Mahasiswa, DPR Buka Pintu untuk Perguruan Tinggi yang Ingin Adukan Persoalan UKT

Nasional
Jokowi Tak Diundang ke Rakernas PDI-P, Pengamat: Hubungan Sudah “Game Over”

Jokowi Tak Diundang ke Rakernas PDI-P, Pengamat: Hubungan Sudah “Game Over”

Nasional
Jokowi Tak Diundang Rakernas PDI-P, Pengamat: Sulit Disatukan Kembali

Jokowi Tak Diundang Rakernas PDI-P, Pengamat: Sulit Disatukan Kembali

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com