Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

SBY Ditantang Keluarkan Dekrit Batalkan UU Pilkada

Kompas.com - 28/09/2014, 19:27 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ditantang untuk mengeluarkan dekrit yang membatalkan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah. Undang-Undang tersebut memuat poin bahwa mekanisme pemilihan kepala daerah dilakukan melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

"SBY berani enggak keluarkan dekrit presiden untuk kembali pada undang-undang sebelumnya dan membatalkan Undang-Undang Pilkada. Keluarkan saja dekrit, kita pengen tahu, berani enggak," ucap mantan koordinator Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), Chalid Muhammad, dalam jumpa pers di Jakarta, Minggu (29/9/2014).

Chalid menggelar jumpa pers atas nama Gerakan Dekrit Rakyat Indonesia bersama dengan Ray Rangkuti, Romo Benny Susatyo, Sri Palupi, Yati Andrianti, dan Arif Susanto.

Menurut Chalid, jika serius mendukung pilkada langsung, SBY harus menggunakan kekuasaannya sebagai presiden untuk mengeluarkan dekrit yang membatalkan UU Pilkada. Langkah ini dianggapnya perlu mengingat begitu besar penolakan masyarakat terhadap UU tersebut.

"Maka, UU itu harus dikembalikan pada yang sebelumnya dan dianulir. Itu saja. Itu konstitusional. Itu bukti keseriusan," sambung Chalid.

Mantan pengajar di Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sultan Adam Banjarmasin ini meragukan pernyataan SBY yang berjanji akan menggugat UU Pilkada ke Mahkamah Konstitusi atau Mahkamah Agung.

Menurut dia, rencana SBY untuk menggugat UU Pilkada tidak masuk akal meskipun selaku warga negara SBY bisa melakukan hal tersebut.

Chalid menilai, SBY seharusnya tidak perlu menggugat UU Pilkada karena dia sesungguhnya memiliki kekuatan untuk memperjuangkan pilkada secara langsung saat UU tersebut belum disahkan.

Selaku presiden, menurut dia, SBY bisa mencabut usulan pemerintah yang mulanya meminta pilkada dilakukan melalui DPRD.

"Inisiatif datang dari pemerintah di mana dia, presiden, dibawa ke parlemen, seharusnya RUU (rancangan undang-undang) itu enggak lolos, artinya pilkada langsung terus dilakukan," kata Chalid.

Di samping itu, menurut dia, SBY selaku Ketua Umum Partai Demokrat sedianya bisa memerintahkan anggota Fraksi Demokrat di DPR agar memperjuangkan pilkada langsung.

Namun, kenyataannya, anggota Fraksi Demokrat walkout dalam rapat paripurna pembahasan RUU Pilkada dengan dalih bahwa opsi ketiganya, yakni pilkada langsung dengan 10 syarat, tak diakomodasi secara penuh dalam draf RUU itu.

"Sebagai ketum (ketua umum), dia (SBY) punya power untuk katakan fight all out (berjuang sekuat tenaga) untuk memperjuangkan pemilihan langsung, (tapi) dia tidak gunakan power itu, kemudian sekarang mau menggunakan power lemah sebagai rakyat untuk menggugat, ini logikanya di mana?" ucap Chalid.

Seperti diketahui, RUU Pilkada dengan model pemilihan melalui DPRD disahkan dalam forum rapat paripurna, Jumat (26/9/2014), melalui voting yang dimenangkan oleh Koalisi Merah Putih.

Sebelum voting dilakukan, Demokrat melakukan aksi walkout dengan dalih bahwa opsi ketiganya, yakni pilkada langsung dengan 10 syarat, tak diakomodasi secara penuh dalam draf RUU itu.

Menanggapi disahkannya RUU ini, Presiden SBY mengaku kecewa dengan proses politik di DPR yang tidak memfasilitasi syarat Fraksi Demokrat untuk RUU Pilkada yang baru disahkan. Ia pun menyebut akan menggugat UU Pilkada ke Mahkamah Konstitusi atau Mahkamah Agung. SBY juga mengaku tidak tahu mengenai rencana walkout kader Demokrat.

Gerakan Dekrit Rakyat Indonesia menilai sikap SBY ini hanya sandiwara. Menurut mereka, SBY adalah dalang di balik walkout-nya para anggota Fraksi Demokrat. SBY, menurut mereka, sejak awal menginginkan pilkada melalui DPRD.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com