Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Demokrat "Keukeuh" 10 Syaratnya Masuk dalam Draf RUU Pilkada

Kompas.com - 25/09/2014, 10:19 WIB
Indra Akuntono

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Partai Demokrat masih teguh mempertahankan sikap agar perbaikan mekanisme pilkada langsung yang tertuang dalam 10 poin dimasukkan dalam draf Rancangan Undang-Undang Pilkada. Jika semua usulan itu tidak dimasukkan dalam draf, Demokrat akan mengambil sikap.

"Pilkada langsung, dengan syarat yang kami ajukan, harus masuk. Kalau ditolak, harus jelas alasannya, dan kita lihat saja nanti," kata Wakil Sekretaris Jenderal DPP Partai Demokrat Ramadhan Pohan, di Kompleks Gedung Parlemen, Jakarta, Kamis (25/9/2014).

Menurut Pohan, seluruh usulan Demokrat layak untuk diterima. "Pokoknya pilkada langsung, dengan syarat. Kalau ditolak, nanti bisa kita bicarakan," ujarnya.

Pada hari ini, DPR akan mengambil keputusan terhadap RUU Pilkada. Sebelumnya, Demokrat memilih opsi pilkada langsung. Namun, mereka mengajukan 10 syarat. (Baca: Dukung Pilkada Langsung, Ini 10 Syarat yang Diminta Demokrat)

Rapat paripurna akan menjadi penentu mekanisme pemilihan kepala daerah, apakah langsung oleh rakyat atau oleh DPRD. Hingga rapat kerja kemarin, masih terlalu banyak perbedaan sikap di antara fraksi-fraksi di Komisi II DPR mengenai RUU Pilkada.

Seperti dikutip harian Kompas, perbedaan sikap itu terlihat saat rapat kerja Komisi II DPR dan pemerintah dengan agenda pengambilan keputusan tingkat pertama RUU Pilkada di DPR, Jakarta, Rabu (24/9/2014). Fraksi PDI-P, Partai Hanura, PKB, dan Partai Demokrat memberikan dukungan terhadap mekanisme pilkada langsung oleh rakyat. Fraksi Partai Golkar, PPP, PAN, PKS, dan Partai Gerindra mendukung pilkada oleh DPRD. Pemerintah diwakili Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi.

Meski mendukung pilkada langsung, Partai Demokrat meminta tiga perbaikan pada draf RUU Pilkada, yaitu uji publik calon kepala daerah yang hasilnya menentukan lulus atau tidaknya calon; kandidat kepala daerah harus ikut bertanggung jawab jika massa pendukungnya ricuh; dan untuk mencegah politisasi birokrasi, petahana tidak memutasi pegawai setahun sebelum pilkada, dan kepala daerah terpilih tidak memutasi selama setahun setelah terpilih. Jika tiga hal ini tak diakomodasi, Demokrat akan mendorong opsi ketiga dalam rapat paripurna, selain opsi pilkada langsung dan pilkada tidak langsung.

Selain mekanisme pilkada, perbedaan sikap terlihat pada syarat calon kepala daerah, yaitu terkait ikatan perkawinan dan darah dengan petahana untuk mencegah politik dinasti. Demokrat dan Gerindra meminta calon tidak memiliki ikatan perkawinan atau garis lurus satu tingkat ke atas, bawah, dan samping dengan petahana. Adapun Partai Golkar, PDI-P, dan PKB meminta istri atau suami petahana dilarang, sedangkan anak dan saudara tidak dilarang.

Perbedaan juga masih terlihat dalam menyikapi siapa yang dipilih saat pilkada, apakah kepala dan wakil kepala daerah (satu paket) atau hanya kepala daerah, sedangkan wakilnya dipilih oleh kepala daerah terpilih.

Bagi fraksi pendukung pilkada langsung, masih ada perbedaan mekanisme rekapitulasi penghitungan suara. PKB mendukung rekapitulasi suara secara langsung, dari TPS ke KPU. PDI-P ingin rekapitulasi berjenjang, seperti selama ini, yakni dari TPS ke desa, kecamatan, dan berakhir di KPU.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

GASPOL! Hari Ini: Eks Ajudan Prabowo Siap Tempur di Jawa Tengah

GASPOL! Hari Ini: Eks Ajudan Prabowo Siap Tempur di Jawa Tengah

Nasional
Mengintip Kecanggihan Kapal Perang Perancis FREMM Bretagne D655 yang Bersandar di Jakarta

Mengintip Kecanggihan Kapal Perang Perancis FREMM Bretagne D655 yang Bersandar di Jakarta

Nasional
Selain Rakernas, PDI-P Buka Kemungkinan Tetapkan Sikap Politik terhadap Pemerintah Saat Kongres Partai

Selain Rakernas, PDI-P Buka Kemungkinan Tetapkan Sikap Politik terhadap Pemerintah Saat Kongres Partai

Nasional
Korban Dugaan Asusila Sempat Konfrontasi Ketua KPU saat Sidang DKPP

Korban Dugaan Asusila Sempat Konfrontasi Ketua KPU saat Sidang DKPP

Nasional
Covid-19 di Singapura Naik, Imunitas Warga RI Diyakini Kuat

Covid-19 di Singapura Naik, Imunitas Warga RI Diyakini Kuat

Nasional
WWF 2024 Jadi Komitmen dan Aksi Nyata Pertamina Kelola Keberlangsungan Air

WWF 2024 Jadi Komitmen dan Aksi Nyata Pertamina Kelola Keberlangsungan Air

Nasional
Menhub Targetkan Bandara VVIP IKN Beroperasi 1 Agustus 2024

Menhub Targetkan Bandara VVIP IKN Beroperasi 1 Agustus 2024

Nasional
Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Sempat Ditangani Psikolog saat Sidang

Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Sempat Ditangani Psikolog saat Sidang

Nasional
Polri: Kepolisian Thailand Akan Proses TPPU Istri Fredy Pratama

Polri: Kepolisian Thailand Akan Proses TPPU Istri Fredy Pratama

Nasional
Polri dan Kepolisian Thailand Sepakat Buru Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polri dan Kepolisian Thailand Sepakat Buru Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Lewat Ajudannya, SYL Minta Anak Buahnya di Kementan Sediakan Mobil Negara Dipakai Cucunya

Lewat Ajudannya, SYL Minta Anak Buahnya di Kementan Sediakan Mobil Negara Dipakai Cucunya

Nasional
KPK Duga Eks Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin Terima Fasilitas di Rutan Usai Bayar Pungli

KPK Duga Eks Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin Terima Fasilitas di Rutan Usai Bayar Pungli

Nasional
Desta Batal Hadir Sidang Perdana Dugaan Asusila Ketua KPU

Desta Batal Hadir Sidang Perdana Dugaan Asusila Ketua KPU

Nasional
Soal Lonjakan Kasus Covid-19 di Singapura, Kemenkes Sebut Skrining Ketat Tak Dilakukan Sementara Ini

Soal Lonjakan Kasus Covid-19 di Singapura, Kemenkes Sebut Skrining Ketat Tak Dilakukan Sementara Ini

Nasional
DKPP Akan Panggil Sekjen KPU soal Hasyim Asy'ari Pakai Fasilitas Jabatan untuk Goda PPLN

DKPP Akan Panggil Sekjen KPU soal Hasyim Asy'ari Pakai Fasilitas Jabatan untuk Goda PPLN

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com