JAKARTA, KOMPAS.com – Anggota tim advokat pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla, Alexander Lay meminta Mahkamah Konstitusi menolak gugatan sengketa hasil Pilpres 2014 yang diajukan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Ia berdalih, persoalan daftar pemilih khusus tambahan (DPKTb), yang menjadi salah satu objek gugatan tak akan mampu mengubah hasil Pilpres.
“Objek sengketa yang diajukan tidak mampu mengubah hasil pemilu,” kata Alexander usai menyerahkan kesimpulan sidang sengketa Pilpres 2014 di Gedung MK, Jakarta, Selasa (19/8/2014).
Ia menjelaskan, keterangan para saksi yang diajukan kubu Prabowo-Hatta tak mampu mengungkap adanya mobilisasi pemilih yang masuk dalam DPKTb untuk memilih pasangan Jokowi-JK.
Ia memberi contoh di Jawa Tengah, pasangan Jokowi-JK mampu meraih kemenangan di wilayah itu. Namun, presentase DPKTb di provinsi itu hanya 0,8 persen.
“Sedangkan di provinsi di mana Prabowo-Hatta menang, seperti di Sumatera Barat, Jawa Barat, dan Banten, jumlah DPKTb-nya di atas 3 persen,” ujarnya.
Alexander menambahkan, secara nasional, jumlah DPKTb Indonesia mencapai 2,9 juta atau sekitar 2,6 persen dari total pemilih. Sedangkan selisih perolehan suara antara Prabowo-Hatta dengan Jokowi-JK sekitar 8,4 juta atau sekitar 6 persen dari total pemilih.
Tim Prabowo-Hatta mendalilkan adanya pelanggaran yang terstruktur, sistematis, dan masif hampir di semua provinsi. Pelanggaran itu dilakukan dengan memobilisasi pemilih melalui DPKTb hampir di seluruh Indonesia. Tim Prabowo-Hatta mencatat tingginya penggunaan DPKTb di 1.124 kecamatan, 10.827 kelurahan, dan 55.485 TPS di seluruh Indonesia.
Tim Prabowo-Hatta melampirkan data untuk menjelaskan penggunaan hak pilih yang tidak sama dengan jumlah surat suara di Aceh, perubahan hasil penghitungan suara di Kabupaten Nias Selatan, Sumatera Utara, di 287 TPS, banyaknya penggunaan DPKTb di Sumatera Barat, ratusan ribu penggunaan hak pilih bermasalah di Riau dan Jambi, dan lainnya.
Rencananya, majelis hakim konstitusi akan membaca putusan pada Kamis (21/8). Saat ini, majelis hakim tengah mempelajari perkara.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.