Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Manajemen Logistik Pemilu Kacau

Kompas.com - 14/04/2014, 21:55 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com
-  Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat mengeluarkan hasil evaluasi sementara terhadap pemilu legislatif. Mereka memantau 1.005 tempat pemungutan suara di 25 provinsi melalui gerakan relawan. Evaluasi sementara ini menunjukkan kekacauan dalam manajemen logistik pemilu.

Menurut Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) M Afifuddin, manajemen logistik berhubungan langsung dengan para pemilih. ”Distribusi logistik yang terlambat atau tertukar membuat semua jadi berantakan,” kata Afif, di Jakarta, Senin (14/4).

Menurut Afif, hal itu merupakan akibat dari ketidakberesan perencanaan pemilu. Dari segi daftar pemilih tetap (DPT) masih banyak pemilih yang tidak terdaftar atau terdaftar ganda. Contohnya, orang yang sudah meninggal masih mendapatkan formulir C6 (surat undangan) atau seorang pemilih mendapatkan dua lembar C6.

Akibatnya, kata dia, seorang pemilih, apabila tidak bertanggung jawab, bisa mencoblos dua kali. Sistem komputer yang dimiliki Komisi Pemilihan Umum tidak mampu mendeteksi permasalahan seperti ini karena hanya memunculkan data agregat kependudukan.

Menurut pantauan JPPR, ada 281 TPS yang tidak menempelkan data DPT. Hal ini menyalahi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang pelaksanaan pemilu. Tidak adanya DPT memunculkan risiko terjadi manipulasi suara karena penyelenggara pemilu setempat tidak mengetahui jumlah pemilih yang datang.

Permasalahan ini muncul karena baik KPU maupun Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) tidak memiliki pengawasan yang berorientasi pada pencegahan. Surat suara tertukar terjadi di sejumlah tempat di seluruh Indonesia. ”Apabila seandainya kotak suara diperiksa ulang setelah sampai di kabupaten/kota kemungkinan tertukarnya surat suara antardapil bisa diminimalisasi,” katanya.

Terlambatnya logistik dan kecerobohan dalam memilah surat suara mengakibatkan terjadinya pemilu tunda dan pemungutan suara ulang. Padahal, kedua hal tersebut, menurut Afif, berdampak negatif pada pemilu. Pertama, pemikiran pemilih sudah dipengaruhi oleh hasil hitung cepat sehingga mereka tidak murni memilih menurut kemauan sendiri. Kedua, terdapat banyak surat suara sisa yang bisa dimanfaatkan oleh penyelenggara dan peserta pemilu untuk melakukan manipulasi suara. Ketiga, pemilih sulit mendapatkan izin cuti untuk mencoblos ulang, jadi jumlah pemilih yang mengikuti pemilu tunda atau pemungutan suara ulang juga tidak dapat dipastikan.

Tak ada perubahan

Sementara itu, Toto Sugiarto dari Kelompok Kerja Nasional (Pokjanas) mengatakan, pemilu tahun ini tidak berkembang menjadi lebih baik dibanding Pemilu 2009. ”Masalah surat suara tertukar sudah terjadi pada Pemilu 2009. Namun, dulu tidak ada kasus surat suara tercoblos sebelum waktunya,” kata Toto.

Di luar dugaan Pokjanas dan lembaga pengawas lainnya, kasus serupa seperti surat suara tertukar kembali terjadi pada pemilu kali ini. Ini artinya, kapasitas para penyelenggara pemilu tidak meningkat. (A15)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com