Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengamat : JK Mungkin Didrop dari Daftar Cawapres Jokowi

Kompas.com - 13/04/2014, 20:14 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Riset Saiful Mujani Research Consulting (SMRC) Djayadi Hanan menilai PDI Perjuangan tidak akan menggandeng mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla sebagai calon wakil presiden bagi bakal calon presiden PDI-P Joko Widodo (Jokowi).

Menurut Djayadi, sosok Kalla yang cenderung senior dan dominan dalam memerintah tidak cocok dengan Jokowi. Jika dipasangkan dengan Jokowi, menurutnya, Kalla akan lebih menonjol. "Figur JK mungkin akan didrop, mereka mencari figur lain," kata Djayadi di Jakarta, Minggu (13/4/2014).

Dia menilai, PDI-P akan merapat kepada Partai Nasdem dan Partai Kebangkitan Bangsa dalam membangun koalisi pemenangan presiden. Menurut Djayadi, saat ini PDI-P tengah mencari bakal calon wakil presiden dari dua partai tersebut.

Sebelumnya Kalla pernah digadang-gadang PKB sebagai calon presiden. Kalla juga dekat dengan Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh.

Djayadi juga mengatakan, sebagai partai berbasis nasionalis, PDI-P cenderung mencari partner yang berideologi Islam. Atas dasar itulah, menurutnya, PKB merupakan partai yang paling tepat untuk mengajukan cawapresnya. "Sementara Nasdem kan belum nuntut apa-apa, belum ada figur capres," sambungnya.

Meskipun menilai karakteristik Kalla tidak cocok dengan Jokowi, Djayadi mengatakan pengalaman Kalla dalam bidang ekonomi dan hubungan internasional dapat menutupi kelemahan Jokowi.

Selain itu, lanjutnya, Kalla berpengalaman menjalankan pemerintahan. "Harus ada tipologi kayak JK, kayak Ahok, tipe administrator, manage pemerintahan, merumuskan cepat kebijakan pemerintah, bisa manuver di DPR, selalu tegas mengambil keputusan, dan melaksanakan kebijakan pemerintah," tuturnya.

Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar, menurut Djayadi, belum memiliki kemampuan yang setara dengan Kalla. Dia pun menilai PDIP masih ragu untuk menggandeng Muhaimin sebagai cawapres Jokowi.

"Mungkin PDIP masih mikir apakah Muhaimin mampu mengatasi kekurangan Jokowi, contoh dalam konteks hubungan internasional butuh wapres yang punya kemampuan internasional, Muhaimin kayaknya bukan penuhi kualifikasi itu," ujar Djayadi.

Nama lain yang disebut Djayadi adalah mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD yang juga politikus PKB. Menurutnya, Mahfud memang bisa melengkapi Jokowi namun dia lebih dikenal di bidang hukum dibandingkan dalam pemerintahan.

"Mahfud lebih dikenal orang hukum, tidak seluas JK, sementara di pemerintahan yang pokok itu ekonomi dan politik, hukum tentu, tapi yang pokok, kebijakan ekonomi dan politik," ucapnya.

Dia juga menilai, sosok cawapres yang dipilih bisa mempengaruhi keberpihakan masyarakat kepada Jokowi. Djayadi pun mengingatkan PDIP untuk menggandeng cawapres yang tidak kontroversial sehingga tidak merugikan Jokowi nantinya.

"PDIP tinggal cari orang yang bisa pertahankan tingkat elektabilitas Jokowi sekarang, tapi pada saat yang sama harus memeneuhi kekurangan yang ada di Jokowi," ucap Djayadi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ditanya Kans Anies-Ahok Duet di Pilkada DKI, Ganjar: Daftar Dulu Saja

Ditanya Kans Anies-Ahok Duet di Pilkada DKI, Ganjar: Daftar Dulu Saja

Nasional
Ke Ribuan Perwira Siswa, Sekjen Kemenhan Bahas Rekonsiliasi dan Tampilkan Foto Prabowo-Gibran

Ke Ribuan Perwira Siswa, Sekjen Kemenhan Bahas Rekonsiliasi dan Tampilkan Foto Prabowo-Gibran

Nasional
Resmikan Tambak BINS, Jokowi: Ini Langkah Tepat Jawab Permintaan Ikan Nila yang Tinggi

Resmikan Tambak BINS, Jokowi: Ini Langkah Tepat Jawab Permintaan Ikan Nila yang Tinggi

Nasional
Terus Berpolitik, Ganjar Akan Bantu Kader PDI-P yang Ingin Maju Pilkada

Terus Berpolitik, Ganjar Akan Bantu Kader PDI-P yang Ingin Maju Pilkada

Nasional
Kentalnya Aroma Politik di Balik Wacana Penambahan Kementerian di Kabinet Prabowo-Gibran

Kentalnya Aroma Politik di Balik Wacana Penambahan Kementerian di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Pejabat Kementan Patungan untuk Gaji Pembantu SYL di Makassar Rp 35 Juta

Pejabat Kementan Patungan untuk Gaji Pembantu SYL di Makassar Rp 35 Juta

Nasional
Panglima TNI Perintahkan Pengamanan Pilkada Harus Serius karena Ancaman dan Risiko Lebih Besar

Panglima TNI Perintahkan Pengamanan Pilkada Harus Serius karena Ancaman dan Risiko Lebih Besar

Nasional
Hari Pertama Penyerahan Dukungan, Mayoritas Provinsi Nihil Cagub Independen

Hari Pertama Penyerahan Dukungan, Mayoritas Provinsi Nihil Cagub Independen

Nasional
Hakim MK Sebut Sirekap Bikin Kacau Penghitungan Suara, Minta KPU Perbaiki

Hakim MK Sebut Sirekap Bikin Kacau Penghitungan Suara, Minta KPU Perbaiki

Nasional
Hakim PN Jaksel Tolak Praperadilan Karutan KPK, Status Tersangka Pungli Tetap Sah

Hakim PN Jaksel Tolak Praperadilan Karutan KPK, Status Tersangka Pungli Tetap Sah

Nasional
PAN Cabut Gugatan soal PPP Dapat Suara 'Gaib' di Bengkulu

PAN Cabut Gugatan soal PPP Dapat Suara "Gaib" di Bengkulu

Nasional
Salinan Putusan Cerai Ria Ricis Beredar di Medsos, KIP: Merupakan Informasi Terbuka

Salinan Putusan Cerai Ria Ricis Beredar di Medsos, KIP: Merupakan Informasi Terbuka

Nasional
WTP Kementan Terganjal “Food Estate”, Auditor BPK Minta Uang Pelicin Rp 12 Miliar

WTP Kementan Terganjal “Food Estate”, Auditor BPK Minta Uang Pelicin Rp 12 Miliar

Nasional
Jokowi: Pemerintah Bangun Sumur Pompa Antisipasi Dampak Kemarau

Jokowi: Pemerintah Bangun Sumur Pompa Antisipasi Dampak Kemarau

Nasional
Bawaslu Ungkap Suara Caleg Demokrat di Aceh Timur Sempat Naik 7 Kali Lipat, lalu Dihitung Ulang

Bawaslu Ungkap Suara Caleg Demokrat di Aceh Timur Sempat Naik 7 Kali Lipat, lalu Dihitung Ulang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com