Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemenhuk dan HAM Tak Punya Wewenang Tangani Kasus Satinah

Kompas.com - 25/03/2014, 15:26 WIB
Ihsanuddin

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia tidak dapat berperan lebih jauh dalam kasus Satinah, tenaga kerja Indonesia di Arab Saudi yang terancam hukuman mati. Kemenhuk dan HAM tidak mempunyai wewenang menangani perkara di luar negeri.

"Kami cuma mendorong dalam penyelesaian yang terbaik," kata Direktur Jenderal Hukum dan HAM Kemenhuk dan HAM Harkristuti Harkrisnowo di Jakarta, Selasa (25/3/2014).

Ia mengatakan, jika kasus pelanggaran HAM terhadap warga negara Indonesia terjadi di luar negeri, maka Kementerian Luar Negeri memiliki wewenang untuk menangani kasus Satinah. "Mereka kan punya direktorat yang menangani permasalahan warga negara di tempat lain. Kami mau ke sana saja dananya tidak ada," kata Harkristuti.

Satinah, seorang TKI asal Ungaran, Jawa Tengah, mengadu nasib ke Arab Saudi. Namun, di sana dia mengaku mendapat siksaan dari majikannya. Satinah melawan hingga membunuh majikannya.

Pengadilan Arab Saudi memutuskan bahwa Satinah bersalah dan harus menjalani hukuman pancung pada 3 April 2014. Untuk bisa bebas dari hukuman tersebut, Satinah harus membayar uang maaf (diat) yang setara dengan Rp 25 miliar.

Harkristuti melihat ada kecenderungan tidak bagus dalam kasus pidana yang menjerat Satinah ini. Menurutnya, setiap kali Indonesia membayar diat, nominalnya terus melambung tinggi. "Mulai dari Rp 2 miliar, naik Rp 4 miliar, tiba-tiba jadi Rp 25 miliar," ujarnya.

Hal serupa pernah disampaikan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Djoko Suyanto. Djoko menilai berlebihan jika keluarga korban menuntut uang ganti Rp 25 miliar.

"Khusus untuk Satinah ini, yang jadi kendala besar adalah permintaan uang diat yang sangat tidak masuk akal, permintaannya 7,5 juta riyal atau sekitar Rp 25-26 miliar. Padahal, dulu permintaan uang diat keluarga tidak sebesar itu, hanya sekadar ratusan ribu riyal, bahkan Rp 1 juta-1,5 juta riyal," kata Djoko.

Djoko mengatakan, sejak kasus ini mencuat, Kementerian Luar Negeri sudah melakukan pendampingan. Tim advokasi juga diturunkan untuk membantu Satinah selama proses persidangan. Namun, Satinah diputuskan bersalah dan terancam hukuman pancung. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, sebut Djoko, sudah mengirimkan surat kepada Raja Arab Saudi. Namun, Raja Arab Saudi tidak bisa intervensi karena pemaafan sepenuhnya sudah diserahkan kepada keluarga korban.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Hendak Tambah Kementerian, Ganjar: Kalau Buat Aturan Sendiri Itu Langgar UU

Prabowo Hendak Tambah Kementerian, Ganjar: Kalau Buat Aturan Sendiri Itu Langgar UU

Nasional
Tingkatkan Pengamanan Objek Vital Nasional, Pertamina Sepakati Kerja Sama dengan Polri

Tingkatkan Pengamanan Objek Vital Nasional, Pertamina Sepakati Kerja Sama dengan Polri

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Tak Jadi Ajang 'Sapi Perah'

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Tak Jadi Ajang "Sapi Perah"

Nasional
Ganjar Deklarasi Jadi Oposisi, Budiman Sudjatmiko: Kalau Individu Bukan Oposisi, tapi Kritikus

Ganjar Deklarasi Jadi Oposisi, Budiman Sudjatmiko: Kalau Individu Bukan Oposisi, tapi Kritikus

Nasional
Telat Sidang, Hakim MK Kelakar Habis 'Maksiat': Makan, Istirahat, Sholat

Telat Sidang, Hakim MK Kelakar Habis "Maksiat": Makan, Istirahat, Sholat

Nasional
Ditanya Kans Anies-Ahok Duet di Pilkada DKI, Ganjar: Daftar Dulu Saja

Ditanya Kans Anies-Ahok Duet di Pilkada DKI, Ganjar: Daftar Dulu Saja

Nasional
Ke Ribuan Perwira Siswa, Sekjen Kemenhan Bahas Rekonsiliasi dan Tampilkan Foto Prabowo-Gibran

Ke Ribuan Perwira Siswa, Sekjen Kemenhan Bahas Rekonsiliasi dan Tampilkan Foto Prabowo-Gibran

Nasional
Resmikan Tambak BINS, Jokowi: Ini Langkah Tepat Jawab Permintaan Ikan Nila yang Tinggi

Resmikan Tambak BINS, Jokowi: Ini Langkah Tepat Jawab Permintaan Ikan Nila yang Tinggi

Nasional
Terus Berpolitik, Ganjar Akan Bantu Kader PDI-P yang Ingin Maju Pilkada

Terus Berpolitik, Ganjar Akan Bantu Kader PDI-P yang Ingin Maju Pilkada

Nasional
Kentalnya Aroma Politik di Balik Wacana Penambahan Kementerian Kabinet Prabowo-Gibran

Kentalnya Aroma Politik di Balik Wacana Penambahan Kementerian Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Pejabat Kementan Patungan untuk Gaji Pembantu SYL di Makassar Rp 35 Juta

Pejabat Kementan Patungan untuk Gaji Pembantu SYL di Makassar Rp 35 Juta

Nasional
Panglima TNI Perintahkan Pengamanan Pilkada Harus Serius karena Ancaman dan Risiko Lebih Besar

Panglima TNI Perintahkan Pengamanan Pilkada Harus Serius karena Ancaman dan Risiko Lebih Besar

Nasional
Hari Pertama Penyerahan Dukungan, Mayoritas Provinsi Nihil Cagub Independen

Hari Pertama Penyerahan Dukungan, Mayoritas Provinsi Nihil Cagub Independen

Nasional
Hakim MK Sebut Sirekap Bikin Kacau Penghitungan Suara, Minta KPU Perbaiki

Hakim MK Sebut Sirekap Bikin Kacau Penghitungan Suara, Minta KPU Perbaiki

Nasional
Hakim PN Jaksel Tolak Praperadilan Karutan KPK, Status Tersangka Pungli Tetap Sah

Hakim PN Jaksel Tolak Praperadilan Karutan KPK, Status Tersangka Pungli Tetap Sah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com