Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peninjauan Kembali, Membuka Akses Perjuangkan Keadilan

Kompas.com - 10/03/2014, 11:34 WIB

KOMPAS.com
- Mulai 1 Oktober 2012, Belanda menerapkan ketentuan baru peninjauan kembali. Terbukalah peluang pengajuan kembali PK demi kepentingan terpidana. Peluang itu ekses terungkapnya kebenaran dari beberapa kasus pembunuhan di masa silam.
 
Namun, Belanda mengatur syarat limitatif PK. Peneliti hukum Iman Nasima dalam blog-nya menulis, pengajuan PK di antaranya menuntut novum, bukti baru, yang disokong perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, seperti uji DNA atas darah yang mengering.

Perdebatan hukum pun terjadi di Belanda. Terlebih, setelah diajukan rancangan perundang-undangan terkait PK untuk memeriksa terdakwa yang telah dibebaskan. Para pengacara mengacu pada asas lites finiri oportet (tiap perkara hukum harus ada akhirnya).

Perkembangan PK di Belanda menarik disimak, terlebih setelah Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Nomor 34 Tahun 2013 menyatakan, Pasal 268 Ayat (3) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana bertentangan dengan konstitusi. KUHAP Indonesia memang warisan Belanda.

Pro-kontra juga terjadi di Indonesia. Taslim Chaniago, anggota Komisi III DPR, khawatir, PK yang dapat diajukan berulang-ulang membuka peluang narapidana koruptor dan narkotika mengelak dari hukuman.

Namun, Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Alvon K Palma mengatakan, putusan MK sudah tepat. ”PK merupakan hak dasar demi keadilan,” ujar dia.

Lagi pula PK menuntut adanya bukti baru. Dalam konteks permohonan Antasari, bukti baru didasarkan ilmu dan teknologi baru. Antasari mungkin berharap teknologi informatika makin berkembang sehingga ”DNA” pesan singkat (SMS) dapat ditemukan. Saat itulah terbuka peluang bagi Antasari menemukan kebenaran baginya.

Saat pemeriksaan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, jaksa penuntut umum memang mendalilkan Antasari meneror korbannya melalui SMS pada Februari 2009. Namun, ”keberadaan” SMS itu misterius karena polisi tak tuntas menelusuri.

Demi kepastian hukum, Komisi III DPR akan menajamkan ketentuan PK dengan revisi KUHAP. Pasal 262 Ayat (2) Rancangan KUHAP berbunyi ”Permohonan peninjauan kembali atas suatu putusan hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali”.

Nah, jika konsisten, pemerintah dan DPR sebaiknya menyesuaikan RUU KUHAP dengan Putusan MK 34. Juga penting untuk memikirkan ulang pembatasan PK ketika sejumlah anggota Komisi III berencana membatasi PK bagi koruptor atau terpidana narkotika.

Harus dipertimbangkan supaya akses terhadap keadilan dibuka lebar. Terpidana kasus narkotika bisa jadi bukan pengedar, tetapi pengguna yang dijebak jaringan pengedar, dan hanya PK untuk kedua kalinya yang dapat menyelamatkan hidupnya. Kita juga tak akan pernah tahu jika suatu saat ketidakadilan justru menimpa diri kita. (HARYO DAMARDONO)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Spesifikasi Rudal Exocet MM40 dan C-802 yang Ditembakkan TNI AL saat Latihan di Bali

Spesifikasi Rudal Exocet MM40 dan C-802 yang Ditembakkan TNI AL saat Latihan di Bali

Nasional
Dubes Palestina Yakin Dukungan Indonesia Tak Berubah Saat Prabowo Dilantik Jadi Presiden

Dubes Palestina Yakin Dukungan Indonesia Tak Berubah Saat Prabowo Dilantik Jadi Presiden

Nasional
Gambarkan Kondisi Terkini Gaza, Dubes Palestina: Hancur Lebur karena Israel

Gambarkan Kondisi Terkini Gaza, Dubes Palestina: Hancur Lebur karena Israel

Nasional
Ada Isu Kemensos Digabung KemenPPPA, Khofifah Menolak: Urusan Perempuan-Anak Tidak Sederhana

Ada Isu Kemensos Digabung KemenPPPA, Khofifah Menolak: Urusan Perempuan-Anak Tidak Sederhana

Nasional
DPR Disebut Dapat KIP Kuliah, Anggota Komisi X: Itu Hanya Metode Distribusi

DPR Disebut Dapat KIP Kuliah, Anggota Komisi X: Itu Hanya Metode Distribusi

Nasional
Komisi II DPR Sebut Penambahan Kementerian Perlu Revisi UU Kementerian Negara

Komisi II DPR Sebut Penambahan Kementerian Perlu Revisi UU Kementerian Negara

Nasional
Pengamat Dorong Skema Audit BPK Dievaluasi, Cegah Jual Beli Status WTP

Pengamat Dorong Skema Audit BPK Dievaluasi, Cegah Jual Beli Status WTP

Nasional
Maju Nonpartai, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Wali Kota dan Bupati Independen?

Maju Nonpartai, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Wali Kota dan Bupati Independen?

Nasional
Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Minim Pengawasan

Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Minim Pengawasan

Nasional
DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu hingga Mei

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu hingga Mei

Nasional
DKPP Keluhkan Anggaran Minim, Aduan Melonjak Jelang Pilkada 2024

DKPP Keluhkan Anggaran Minim, Aduan Melonjak Jelang Pilkada 2024

Nasional
Jawab Prabowo, Politikus PDI-P: Siapa yang Klaim Bung Karno Milik Satu Partai?

Jawab Prabowo, Politikus PDI-P: Siapa yang Klaim Bung Karno Milik Satu Partai?

Nasional
Pengamat Sarankan Syarat Pencalonan Gubernur Independen Dipermudah

Pengamat Sarankan Syarat Pencalonan Gubernur Independen Dipermudah

Nasional
Komnas Haji Minta Masyarakat Tak Mudah Tergiur Tawaran Haji Instan

Komnas Haji Minta Masyarakat Tak Mudah Tergiur Tawaran Haji Instan

Nasional
Libur Panjang, Korlantas Catat Peningkatan Arus Lalu Lintas

Libur Panjang, Korlantas Catat Peningkatan Arus Lalu Lintas

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com