Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ekstradisi Terpidana BLBI dari Australia Bukti Tak Ada Tempat Aman bagi Koruptor

Kompas.com - 18/12/2013, 22:20 WIB
Dian Maharani

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Keputusan Pemerintah Australia yang mengabulkan ekstradisi terpidana korupsi kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Adrian Kiki Ariawan, sangat penting bagi penegakan hukum di Indonesia. 

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menhuk dan HAM) Amir Syamsudin mengatakan bahwa hal itu menunjukkan tidak ada tempat yang aman bagi koruptor di luar negeri.

"Putusan ini berdampak pada tiga hal penting, yaitu memberikan dampak pencegahan dan efek jera, mengirimkan pesan kepada para koruptor dan jurisdiksi asing bahwa tidak ada tempat aman bagi koruptor dan hasil korupsinya, dan ketiga, kekuatan kerja sama internasional yang diharapkan dapat menjadi contoh bagi negara lain," tulis Amir melalui pernyataan resmi, Rabu (18/12/2013).

Selain itu, Amir berharap agar hal ini dapat mendorong negara lain untuk tidak ragu membantu Pemerintah Indonesia jika meminta bantuan ekstradisi. Menurut Amir, dikabulkannya ekstradisi ini merupakan wujud nyata kerja sama bilateral Pemerintah Indonesia dan Australia di bidang hukum.

"Ini dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi serta kejahatan lintas batas dengan tetap berpegang pada prinsip menghargai masing-masing lembaga peradilan dan putusannya," kata Amir.

Amir mengatakan bahwa pihaknya sebagai otoritas pusat kerja sama internasional dalam ekstradisi dan bantuan hukum timbal balik atas nama Pemerintah Indonesia menghargai putusan High Court of Australia dan upaya yang dilakukan Australian Attorney-General’s Department atau Jaksa Agung Australia.

Menurut Amir, pengabulan ekstradisi tersebut juga karena adanya koordinasi yang baik antara Kejaksaan Agung RI, Kepolisian RI, Kementerian Luar Negeri RI, dan Mahkamah Agung.

Seperti diketahui, Duta Besar Australia untuk Indonesia menyampaikan bahwa High Court of Australia memutuskan untuk mengabulkan permohonan ekstradisi yang diajukan oleh Pemerintah Indonesia, Rabu ini.

Pengajuan ekstradisi tersebut terjadi 8 tahun lalu melalui surat Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dengan Nomor M.IL.01.02-02 tanggal 28 September 2005. Amir menjelaskan bahwa putusan tersebut telah berkekuatan hukum tetap karena High Court of Australia merupakan pengadilan tertinggi di Australia.

Atas keputusan tersebut, Adrian akan diserahkan ke Indonesia untuk menjalani hukuman atas tindak pidana korupsi BLBI terkait Bank Surya. Dalam sidang in absentia, majelis hakim menyatakan bahwa Adrian terbukti melakukan korupsi atas dana BLBI yang diterima Bank Surya sehingga merugikan keuangan negara lebih dari Rp 1,515 triliun.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Nasional
Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com