JAKARTA, KOMPAS — Akhir dari rencana kerja sama Komisi Pemilihan Umum dan Lembaga Sandi Negara dalam pengamanan data pemilihan umum makin tidak jelas. Mulai terdengar harapan pembatalan kerja sama ini.

”KPU meninjau ulang rencana kerja sama dengan Lemsaneg,” kata anggota KPU, Sigit Pamungkas, Rabu (20/11), di Jakarta.

Menurut Sigit, kecurigaan publik sangat tinggi atas kerja sama KPU-Lemsaneg. Kecurigaan itu kontraproduktif dengan kerja KPU yang seharusnya menjaga kepercayaan publik atas penyelenggaraan pemilu. Namun, secara substansi, KPU percaya bahwa Lemsaneg dapat membantu kerja KPU dalam melindungi data.

Secara terpisah, Ketua KPU Husni Kamil Manik mengatakan, kerja sama dengan Lemsaneg masih menunggu diskusi internal KPU. Jika KPU menerapkan rekapitulasi berbasis teknologi informasi dan ditetapkan dalam Peraturan KPU tentang Penghitungan Suara, kebutuhan pengamanan data masih cukup besar.

”Kalau (data) kita terbuka, perlu pengamanan kuat. Belajar dari pengalaman lalu-lalu, kita perlu (pengamanan data) itu,” kata Husni.

Husni menambahkan, rekomendasi DPR terkait pengamanan data ini tetap akan ditinjau dengan melibatkan konsorsium pakar teknologi informasi. Para pakar ini pula yang akan membantu KPU memutuskan pengamanan data pemilu. Dalam konsorsium ini antara lain terdapat para ahli dari BPPT, UI, dan ITB. Khusus Lemsaneg, masih akan dibahas lebih lanjut.

September lalu, Ketua KPU Husni Kamil Manik dan Kepala Lemsaneg Djoko Setiadi menandatangani nota kesepahaman. Kerja sama terkait penyediaan dan pengembangan sumber daya manusia dalam pengamanan sistem dan jaringan teknologi informasi serta penyediaan perangkat dan sistem pengamanan data atau informasi. Lemsaneg mengamankan dokumen elektronik dan distribusi, pusat data dan perangkatnya. Pengamanan terkait data elektronik dan komunikasi pimpinan KPU.

Sementara itu, praktisi keamanan teknologi informasi, Ruby Alamsyah, mengatakan, berkaca pada kasus penyadapan Australia terhadap pemimpin negeri ini, publik jadi kurang percaya dengan kinerja Lemsaneg.

”Ada keraguan kita apakah Lemsaneg bisa mengamankan komunikasi petinggi negeri ini dan KPU dalam Pemilu 2014,” kata Ruby.

Penyadapan oleh Australia tahun 2009, ketika teknologi GSM sudah diketahui kelemahannya, menunjukkan orang-orang di ring satu negeri ini tak menyadari keamanan komunikasi. Namun, Ruby menegaskan, perlu dicek apakah produk atau saran Lemsaneg digunakan atau tidak oleh para petinggi tersebut.

Berbeda dengan Ruby, Ketua Umum Federasi Teknologi Informasi Indonesia Sylvia W Sumarlin mengatakan, pihaknya yakin dengan kemampuan yang dimiliki Lemsaneg. Walaupun publik dan partai politik saat ini tidak percaya terhadap keterlibatan Lemsaneg, hal tersebut lebih pada kecurigaan terhadap netralitas Lemsaneg, bukan pada kemampuan tekniknya. (INA/AMR)