Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jaksa KPK: Penyidikan Kasus Simulator Tak Dipengaruhi Pidato SBY

Kompas.com - 24/09/2013, 16:16 WIB
Dian Maharani

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membantah bahwa penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan driving simulator SIM roda dua dan empat di Korlantas Polri dilakukan karena dipengaruhi pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Jaksa Riyono menegaskan, penyidikan merupakan kewenangan KPK sepenuhnya.

"KPK secara peraturan perundang-undangan yang berlaku memiliki kewenangan yuridis untuk melakukan penyidikan perkara tipikor pengadaan driving simulator SIM roda dua dan empat dengan terdakwa Irjen Djoko Susilo dan Budi Susanto, dan bukan karena alasan pidato Presiden," ujar Jaksa Riyono saat membacakan tanggapan eksepsi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Selasa (24/9/2013).

Menurut JPU, penasihat hukum Budi telah keliru menafsirkan surat dakwaan bahwa penghentian penyidikan dengan alasan pelimpahan perkara sebagaimana ketentuan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002. Riyono menjelaskan, berdasarkan Pasal 50 Ayat (3) dan (4), jika KPK sudah menyidik perkara yang sama dengan Kepolisian dan Kejaksaan, maka dua lembaga hukum tersebut harus menghentikan penyidikan.

Hal itu bukan didasarkan adanya pengambilalihan penyidikan perkara melainkan telah terjadi duplikasi penyidikan antara Mabes Polri dan KPK. Riyono menjelaskan bahwa proses penyidikan telah lebih dulu dilakukan KPK, yang mengeluarkan surat perintah penyidikan (sprindik) pada 27 Juli 2012. Sementara itu, Polri baru menetapkan Irjen Djoko Susilo dan Budi Susanto berdasarkan sprindik 31 Juli 2013.

"Sesuai ketentuan Pasal 50 Ayat (3) dan Ayat (4), KPK berhak melakukan penyidikan dan tidak perlu menunggu pelimpahan dari Mabes Polri," terang Riyono.

Sebelumnya, dalam eksepsinya, Budi Susanto yang merupakan Direktur PT Citra Mandiri Metalindo Abadi (PT CMMA) itu menilai SBY telah melakukan intervensi hukum dengan meminta menyerahkan penyidikan kasus simulator ke KPK. Menurut pihak Budi, Mabes Polri seharusnya dapat menolak perintah Presiden karena pidato pada 8 Oktober 2012 itu bukanlah produk hukum. Pelimpahan kasus dari Mabes Polri dianggap tidak sah.

Untuk diketahui, KPK dan Polri sebelumnya sama-sama menangani kasus dugaan korupsi simulator. Dua lembaga itu memiliki tiga tersangka yang sama. Ketiganya yakni, Wakakorlantas Brigjen Didik Purnomo sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek, pihak pemenang tender Direktur Utama PT Citra Mandiri Metalindo Abadi (PT CMMA) Budi Susanto, dan Direktur Utama PT Inovasi Teknologi Indonesia (PT ITI) Sukoco S Bambang sebagai pihak subkontraktor.

Kemudian, Polri lebih dulu menahan tersangkanya. Pada September lalu, Polri juga telah melimpahkan berkas perkara para tersangkanya kepada Kejaksaan Agung. Akan cacat hukum bila keduanya menyidik tiga tersangka dan dalam kasus yang sama.

Hubungan KPK dan Polri saat itu sempat memanas. Kewenangan penanganan kasus simulator SIM akhirnya ditengahi oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono dalam pidatonya, Senin (8/10/2012) malam. Presiden menyampaikan bahwa kasus tersebut ditangani oleh KPK. Namun, jika ditemukan kasus berbeda terkait penyimpangan pengadaan barang dan jasa akan ditangani oleh Polri.

Atas instruksi presiden akhirnya Polri menyerahkan tiga tersangkanya itu kepada KPK. Budi didakwa memperkaya diri sendiri sebesar Rp 88,4 miliar dari proyek pengadaan driving simulator SIM di Korlantas Polri. Budi juga disebut memperkaya orang lain yaitu mantan Kakorlantas Polri Inspektur Jenderal (Irjen) Djoko Susilo sebesar Rp 36,9 miliar, Wakakorlantas Brigjen (Pol) Didik Purnomo sebesar Rp 50 juta, Direktur PT Inovasi Teknologi Indonesia (PT ITI) Sukotjo S Bambang sebesar Rp 3,9 miliar.

Dalam dakwaan juga dikatakan Budi telah memperkaya pihak lain, yaitu Primkoppol Polri senilai Rp 15 miliar. Selain itu, Wahyu Indra Rp 500 juta, Gusti Ketut Gunawa Rp 50 juta, Darsian Rp 50 juta, dan Warsono Sugantoro alias Jumadi sebesar Rp 20 juta. Perbuatannya disebut telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 144,984 miliar atau Rp 121,830 miliar dalam perhitungan kerugian negara oleh ahli dari BPK RI.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

1.168 Narapidana Buddha Terima Remisi Khusus Waisak 2024

1.168 Narapidana Buddha Terima Remisi Khusus Waisak 2024

Nasional
Menteri AHY Usulkan Pembentukan Badan Air Nasional pada WWF 2024

Menteri AHY Usulkan Pembentukan Badan Air Nasional pada WWF 2024

Nasional
Hormati Jika PDI-P Pilih di Luar Pemerintahan, Prabowo: Kita Tetap Bersahabat

Hormati Jika PDI-P Pilih di Luar Pemerintahan, Prabowo: Kita Tetap Bersahabat

Nasional
Setiap Hari, 100-an Jemaah Haji Tersasar di Madinah

Setiap Hari, 100-an Jemaah Haji Tersasar di Madinah

Nasional
PDI-P Sebut Anies Belum Bangun Komunikasi Terkait Pilkada Jakarta

PDI-P Sebut Anies Belum Bangun Komunikasi Terkait Pilkada Jakarta

Nasional
KPK: Ada Upaya Perintangan Penyidikan dalam Kasus TPPU SYL

KPK: Ada Upaya Perintangan Penyidikan dalam Kasus TPPU SYL

Nasional
Prabowo Koreksi Istilah 'Makan Siang Gratis': Yang Tepat, Makan Bergizi Gratis untuk Anak-anak

Prabowo Koreksi Istilah "Makan Siang Gratis": Yang Tepat, Makan Bergizi Gratis untuk Anak-anak

Nasional
Giliran Cucu SYL Disebut Turut Menikmati Fasilitas dari Kementan

Giliran Cucu SYL Disebut Turut Menikmati Fasilitas dari Kementan

Nasional
Kinerja dan Reputasi Positif, Antam Masuk 20 Top Companies to Watch 2024

Kinerja dan Reputasi Positif, Antam Masuk 20 Top Companies to Watch 2024

Nasional
KPK Sita 1 Mobil Pajero Milik SYL yang Disembunyikan di Lahan Kosong di Makassar

KPK Sita 1 Mobil Pajero Milik SYL yang Disembunyikan di Lahan Kosong di Makassar

Nasional
Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Nasional
Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

Nasional
Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi jika Setujui RUU Penyiaran

Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi jika Setujui RUU Penyiaran

Nasional
Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Nasional
Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Bakal Minta Perlindungan LPSK

Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Bakal Minta Perlindungan LPSK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com