Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ICW Beri Nilai Pengadilan Tipikor Cuma 6,5

Kompas.com - 28/07/2013, 16:23 WIB
Indra Akuntono

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) memberikan nilai jeblok untuk Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Nilai jeblok itu diberikan karena vonis hukuman dari Pengadilan Tipikor untuk para koruptor masih didominasi oleh vonis hukuman ringan.

"Kalau bagus kami akan beri nilai delapan, tapi selama 3,5 tahun Pengadilan Tipikor berjalan nilainya hanya 6,5," kata Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW Emerson Yuntho, di Kantor ICW, Jakarta, Minggu (28/7/2013).

Emerson menyampaikan, sejak Pengadilan Tipikor dibentuk pada 2010, tren pemberian vonis bebas pada terdakwa kasus korupsi dianggap menurun. Karena sebelumnya tercatat sekitar 56-59 persen terdakwa yang mendapat vonis bebas dan saat ini jumlahnya menyusut hingga 15 persen.

Namun begitu, vonis hukuman penjara ringan yang dijatuhkan Pengadilan Tipikor dianggapnya masih mendominasi. "Masih munculnya vonis rendah terhadap koruptor sangat melukai rasa keadilan publik sehingga pengetatan remisi koruptor masih relevan. Keberadaan hakim Tipikor dan kinerja Pengadilan Tipikor di seluruh Indonesia juga perlu diwaspadai," ujarnya.

Terkait itu, ICW meminta Mahkamah Agung segera melakukan evaluasi secara menyeluruh pada kinerja Pengadilan Tipikor. Evaluasi tersebut harus dilakukan di sektor kinerja, seleksi, budget, dan selama evaluasi harus dilakukan moratorium seleksi hakim Tipikor.

Lebih jauh, ICW mendesak Mahkamah Agung memberi tekanan dan arahan agar koruptur diberi vonis seberat-beratnya. "Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial perlu memperketat fungsi pengawasan dan pemberian sanksi keras serta mendorong berjalannya proses hukum," ujar Emerson.

Sebelumnya, ICW menilai Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) berada di posisi siaga satu. Penilaian itu didasari pemberian hukuman pada koruptor masih sangat ringan dan adanya hakim Pengadilan Tipikor yang terlibat dalam kasus korupsi.

Menurut ICW, selama sekitar 3,5 tahun Pengadilan Tipikor berjalan, vonis hukuman yang dijatuhkan didominasi oleh hukuman ringan dengan pidana penjara di bawah lima tahun. Dari pantauan ICW, dalam kurun waktu tersebut ada 461 kasus korupsi yang terpantau.

Lebih jauh Emerson menjelaskan, selama 3,5 tahun ini pengadilan Tipikor memberikan vonis bebas pada 143 terdakwa, vonis satu tahun penjara pada 185 terdakwa, dan vonis satu sampai dua tahun penjara kepada 167 terdakwa kasus korupsi. Sedangkan untuk vonis di atas dua tahun sampai lima tahun penjara, Pengadilan Tipikor hanya menjatuhkan itu pada 217 terdakwa.

Sementara vonis di atas 10 tahun penjara hanya dijatuhkan pengadilan Tipikor untuk lima terdakwa, dan empat terdakwa kasus korupsi dinyatakan bebas. Hal ini dianggap tak sebanding dengan kerugian negara selama 3,5 tahun yang nilainya mencapai Rp 6,4 triliun.

Indikator lainnya, selama 3,5 pengadilan Tipikor berjalan, sedikitnya ada lima hakim Pengadilan Tipikor yang ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena diduga terlibat dalam tindak pidana korupsi. Kelima hakim itu adalah Kartini Marpaung (Hakim Tipikor Semarang), Heru Kisbandono (Hakim Tipikor Pontianak), Setyabudi (Hakim Tipikor Bandung), Pragsono (Hakim Tipikor Semarang), dan Asmadinata (Hakim Tipikor Semarang).

Bahkan lebih jauh, ICW juga menyoroti pernyataan Mahkamah Agung tentang adanya tujuh hakim Pengadilan Tipikor yang "nyambi" sebagai advokat di tempat lain. Pernyataan ICW dikeluarkan berdasarkan penelitian selama 3,5 tahun lalu dari pemberitaan di sejumlah media massa, website Pengadilan Negeri, Mahkamah Agung, dan berdasarkan informasi mitra kerja ICW di sejumlah daerah. Penelitian dilakukan terkait evaluasi kinerja pengadilan Tipikor.

"Ini hanya yang kami temukan, kami yakin fakta di lapangan lebih dari yang kami temukan," kata Emerson.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com