Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polisi, Kekuasaan, dan Korupsi

Kompas.com - 02/07/2013, 13:33 WIB

Oleh Bambang Widodo Umar

Terungkapnya dugaan korupsi di Korlantas Polri yang dilakukan jenderal polisi dan dugaan korupsi di Polres Sorong, Papua, yang dilakukan bintara polisi menguatkan premis yang mengatakan bahwa korupsi mengikuti watak kekuasaan. Makin berwatak tersentral kekuasaan, makin hebat korupsinya.

Ulah korupsi polisi di negeri ini telah lama ditengarai. Korupsi oleh polisi itu terjadi karena dalam menjalankan tugas, polisi menerima pemberian dengan cara tercela atau melawan hukum berupa uang, barang, jasa, dan koneksi tertentu. Karena itu, benar kata Tubagus Ronny Nitibaskara (2001), korupsi oleh polisi itu mudah dirasakan dan dilihat, tetapi sulit dipegang.

Temuan rekening tak wajar polisi oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, ditetapkannya Irjen DS dan Brigjen (Pol) DP sebagai tersangka simulator SIM, terungkapnya dugaan korupsi seorang bintara polisi hingga mencapai miliaran rupiah, juga korupsi yang dilakukan pejabat polisi sebelumnya menunjukkan, perilaku korupsi di lingkungan Polri perlu mendapat perhatian serius pemimpin Polri dan pemimpin negara.

Jangan lupa, polisi pada dasarnya merupakan garda terdepan dalam membangun disiplin warga negara. Penyakit korupsi konon sudah cukup lama berjangkit di organisasi kepolisian. Korupsi menjadi parah karena tidak saja terjadi di lingkungan internal Polri, tetapi mungkin juga terkait dengan instansi di luar kepolisian dalam konteks fungsional ataupun struktural dan dalam hubungan yang bersifat simbiosis mutualisme.

Korupsi yang terjadi di lingkungan Korps Lalu Lintas sesungguhnya juga tidak lepas dari pelaksanaan Samsat dalam konteks jabatan. Terjadi pertukaran antara kekuasaan yang diberikan dan peluang mendapatkan penghasilan tambahan baik dari luar maupun dari dalam.

Maurice Punch (1985) dalam bukunya, Police Organization, menjelaskan, korupsi bisa terjadi karena polisi menerima atau dijanjikan keuntungan yang signifikan untuk melakukan sesuatu yang ada dalam kewenangannya, melakukan sesuatu di luar kewenangannya, melakukan diskresi dengan alasan tak patut, dan menggunakan cara di luar hukum untuk mencapai tujuan. Keuntungan tersebut untuk kepentingan pribadi polisi dan bisa juga dengan alasan untuk kepentingan operasional. Dalam hal ini, Punch mengingatkan, korupsi selalu mengiringi perjalanan kekuasaan dan sebaliknya: kekuasaan merupakan pintu masuk bagi tindak korupsi.

Korupsi di lingkungan Polri

Pada tahun 2004, ketika Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) dipimpin Irjen Farouk Muhammad, ia mendorong mahasiswa PTIK Angkatan 39-A melakukan penelitian tentang gejala korupsi di lingkungan Polri. Hasilnya menunjukkan, ada korelasi antara korupsi dan kekuasaan dalam suatu jabatan.

Korupsi oleh polisi telah merambah baik di bidang operasional maupun pembinaan. Ada korupsi internal, ada pula korupsi eksternal. Korupsi internal dilakukan petugas tanpa melibatkan masyarakat. Korupsi ini menyangkut kepentingan pelaku di lingkup kedinasan, tidak menyentuh langsung kepentingan publik. Contohnya adalah korupsi jual beli jabatan, korupsi dalam penerimaan anggota polisi, seleksi masuk pendidikan, serta korupsi dalam pendistribusian logistik dan penyaluran dana keuangan.

Korupsi eksternal merupakan korupsi yang melibatkan kepentingan masyarakat secara langsung. Masyarakat yang dimaksud adalah mereka yang terlibat atau berurusan dengan polisi baik sebagai korban kejahatan, tersangka, saksi, maupun masyarakat yang butuh pelayanan.

Korupsi itu terjadi dalam lingkup tugas polisi yang berkaitan dengan penegakan hukum dan pelayanan masyarakat. Termasuk dalam hal ini adalah setiap bentuk penyalahgunaan wewenang oleh pejabat polisi yang melibatkan warga negara yang bukan anggota polisi.

Korupsi ini dapat menyangkut kepentingan warga negara secara langsung ataupun menyangkut kepentingan polisi dalam konteks kedinasan. Contohnya, korupsi dalam mendamaikan kasus perdata yang dianggap pidana, korupsi dalam hal tidak melakukan penyidikan secara tuntas dengan merekayasa keterangan tersangka dan saksi, serta korupsi dalam merekayasa barang bukti.

Contoh lain adalah korupsi dalam hal permohonan pinjam pakai barang bukti oleh pemilik atau korban kejahatan, korupsi berupa pungutan pada penerbitan berbagai bentuk surat, seperti SIM, SCTK, STNK, BPKB, surat laporan kehilangan barang, pungutan liar di jalanan terhadap pelanggar lalu lintas, pungutan liar terhadap truk muatan yang akan masuk jalur lalu lintas tertentu, serta menerima suap dari kasus perjudian ataupun tempat hiburan yang diduga tersua usaha ilegal.

Ditemukan pula dua pola perilaku korup di lingkungan kepolisian. Pertama, pada strata pemimpin. Perilaku korup cenderung dalam bentuk kejahatan kerah putih, sedangkan pada strata bawahan cenderung dalam bentuk kejahatan kerah biru. Keduanya merupakan proses pembelajaran yang berlangsung lama dan dalam hubungan yang komplementer.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com