JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Adhyaksa Dault mengaku tidak campur tangan dalam peningkatan pos anggaran pengadaan sarana dan prasarana olahraga di Hambalang, Bogor, Jawa Barat, dari Rp 125 miliar menjadi Rp 1,2 triliun. Menurut Adhyaksa, saat dia menjabat, anggaran yang dialokasikan untuk Hambalang hanya Rp 125 miliar.
"Pada akhir tahun jabatan saya, September 2009, resmi dianggarkan Rp 125 miliar untuk dicairkan sebagai single year pada tahun 2010. Itu saja yang saya tahu. Mengenai berubah (menjadi) multiyear, berubah anggarannya, it's not my business, that's their business," katanya di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (18/12/2012).
Adhyaksa mendatangi Gedung KPK untuk diperiksa sebagai saksi bagi tersangka kasus dugaan korupsi Hambalang, Menpora Andi Mallarangeng. Menurut Adhyaksa, saat dia menjabat menteri, Kemenpora mengajukan anggaran untuk proyek Hambalang dalam skema single year. Dia tidak tahu bagaimana kemudian Kemenpora di bawah kepemimpinan Andi mengubahnya menjadi multiyear atau tahun jamak.
Adhyaksa juga mengaku pernah melarang pembangunan lahan 32 hektar di Hambalang karena tanah tersebut belum ada sertifikatnya. Pemilik lahan, yakni Probosutedjo, katanya, tidak mau melepas haknya atas tanah itu kepada Kemenpora. Meskipun demikian, menurut Adhyaksa, Kemenpora tetap mengalokasikan anggaran untuk pembangunan pusat pelatihan olahraga Hambalang tersebut karena mempertimbangkan kebutuhan akan sekolah atlet.
"Jadi, kami mengantisipasi saja. Karena begini, kami punya atlet, anak saya juga sekolah atlet di Ragunan. Tanah di Ragunan itu, menurut Dirjen Olahraga, akan diambil alih Pemda DKI. Berarti kan anak-anak kami tidak punya sekolah nanti. Oleh karena itu, harus dicari tanah sekolahnya," tutur Adhyaksa.
Mengenai pemilihan Hambalang sebagai lokasi pembangunan sekolah olahraga tersebut, berkaitan dengan kondisi yang bagus untuk atlet. "Mungkin menteri yang akan datang yang akan melaksanakan dengan anggaran Rp 125 miliar tok," tambahnya.
Dalam kasus Hambalang, KPK menetapkan Andi serta Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kemenpora Deddy Kusdinar sebagai tersangka. Mereka diduga secara bersama-sama melakukan perbuatan melawan hukum dan penyalahgunaan wewenang untuk menguntungkan diri sendiri atau pihak lain, tetapi justru merugikan keuangan negara.
Terkait penyidikan ini, KPK sudah menjadwalkan pemeriksaan Probosutedjo sebagai saksi. Namun, yang bersangkutan belum memenuhi panggilan pemeriksaan KPK dengan alasan sakit. Selain memeriksa Adhyaksa, KPK hari ini memanggil mantan Kepala Badan Pertanahan Nasional Joyo Winoto sebagai saksi.
KPK juga memeriksa staf direktur pengaturan dan pengadaan tanah BPN yang bernama Swintang, serta Kepala Sub Bagian Tata Usaha Kepala BPN, Yuliarti Arsyad.
Berita terkait dapat diikuti dalam topik:
Skandal Proyek Hambalang