Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mantan Anak Buah Siti Fadilah Divonis Empat Tahun Penjara

Kompas.com - 27/11/2012, 19:04 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan vonis berupa hukuman empat tahun penjara ditambah denda Rp 250 juta subsider enam bulan kurungan terhadap Mantan Kepala Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan (sekarang Kementerian Kesehatan), Rustam Syarifuddin Pakaya. Dia dianggap terbukti melakukan tindak pidana korupsi korupsi  pengadaan alat kesehatan 1 untuk kebutuhan Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan tahun anggaran 2007. Saat itu, Siti Fadilah Supari menjabat menteri kesehatan.

Putusan ini dibacakan majelis hakim dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (27/11/2012). “Menyatakan Rutsam terbukti sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama sebagaimana dimaksud dalam dakwaan subsider, menjatuhkan pidana terhadap Rustam dengan pidana penjara empat tahun dan denda Rp 250 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayar maka diganti kurungan enam bulan,” kata Ketua Majelis Hakim Pangeran Napitupulu.

Selain menjatuhkan pidana penjara, hakim mengharuskan Rustam membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp Rp 2,575 miliar. Uang tersebut harus dibayarkan paling lambat sebulan setelah putusan majelis hakim berkekuatan hukum tetap. “Apabila telah lewat waktu tersebut maka harta kekayaannya disita dan dilelang untuk memenuhi uang  pengganti yang bersangkutan dan apabila tidak memenuhi, maka dipenjara selama dua tahun,” tambah hakim Pangeran.

Menurut majelis hakim, perbuatan Rustam melanggar Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 18 Undang-Undang Tipikor juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP sebagaimana dalam dakwaan subsider. Putusan ini berbeda dengan tuntutan jaksa yang menganggap Rustam terbukti melanggar pasal dalam dakwaan primer, yakni Pasal 2 Ayat 1 dalam undang-undang yang sama sehingga patut dihukum lima tahun penjara.

Majelis hakim menilai, Rustam terbukti menyalahgunakan kewenangannya sehingga mengakibatkan kerugian negara namun justru menguntungkan diri sendiri dan pihak lain. Adapun kerugian negara yang timbul akibat perbuatan Rustam ini mencapai Rp 21,3 miliar.

Mengarahkan spesifikasi

Berdasarkan fakta persidangan, Rustam menjadi kuasa pengguna anggaran (KPA) di Pusat Penanggulangan Krisis Depkes sekaligus pejabat pembuat komitmen (PPK) saat proyes alkes 1 dilaksanakan.  Selaku KPA dan PPK, Rustam mengarahkan anak buahnya untuk menyusun spesifikasi teknis alkes 1 sehingga sesuai dengan merek dan produk yang didistribusikan PT Graha Ismaya. Pengarahan ini dilakukan Rustam setelah mengadakan pertemuan dengan Direktur Umum PT Graha Ismaya Masrizal Achmad Syarief.

Spesifikasi inilah yang kemudian digunakan panitia pengadaan dalam menentukan rekanan proyek.”Sehingga panitia pengadaan menggunakan spesifikasi itu sehingga tidak menyusun sendiri,” kata hakim Tati Hardiyanti.

Selanjutnya, menurut hakim, Rustam menyetujui lelang pengadaan alkes 1 yang tidak diumumkan melalui satu media cetak nasional. Terpilihlah PT Indofarma Global Medika dengan nilai penawaran Rp38,8 miliar sebagai pemenang tender. Perusahaan ini sendiri mendapat dukungan penuh dari PT Graha Ismaya sebagai distributor alat-alat kesehatan yang dibutuhkan Depkes. Ada sekitar 35 jenis alat kesehatan yang dibutuhkan dalam pengadaan alkes tahap pertama tersebut.

Dalam prosesnya, PT Indofarma membeli alat dari PT Graha Ismaya Rp 33 miliar. Sementara biaya pembelian barang yang dikeluarkan PT Graha Ismaya hanya Rp 10,8 miliar ditambah biaya usaha Rp 2,4 miliar. Dengan demikian, PT Graha Ismaya mendapat untung sekitar Rp 15,2 miliar. Atas keuntungan PT Graha Ismaya tersebut, Rustam mendapat imbalan Rp 4,9 miliar dalam bentuk cek perjalanan Bank Mandiri. Uang tersebut digunakan Rustam untuk membeli rumah Rp 2,4 miliar dan sisanya dibagi-bagikan kepada pihak lain, termasuk ke Menteri Kesehatan saat itu, Siti Fadillah Supari.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sekjen PBB: Yusril Akan Mundur dari Ketum, Dua Nama Penggantinya Mengerucut

Sekjen PBB: Yusril Akan Mundur dari Ketum, Dua Nama Penggantinya Mengerucut

Nasional
Sekjen DPR Gugat Praperadilan KPK ke PN Jaksel

Sekjen DPR Gugat Praperadilan KPK ke PN Jaksel

Nasional
Gaduh Kenaikan UKT, Pengamat: Jangan Sampai Problemnya di Pemerintah Dialihkan ke Kampus

Gaduh Kenaikan UKT, Pengamat: Jangan Sampai Problemnya di Pemerintah Dialihkan ke Kampus

Nasional
15 Tahun Meneliti Drone AI Militer, 'Prof Drone UI' Mengaku Belum Ada Kerja Sama dengan TNI

15 Tahun Meneliti Drone AI Militer, "Prof Drone UI" Mengaku Belum Ada Kerja Sama dengan TNI

Nasional
Pengembangan Drone AI Militer Indonesia Terkendala Ketersediaan 'Hardware'

Pengembangan Drone AI Militer Indonesia Terkendala Ketersediaan "Hardware"

Nasional
Indonesia Harus Kembangkan 'Drone AI' Sendiri untuk TNI Agar Tak Bergantung ke Negara Lain

Indonesia Harus Kembangkan "Drone AI" Sendiri untuk TNI Agar Tak Bergantung ke Negara Lain

Nasional
Tak Kunjung Tegaskan Diri Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Sedang Tunggu Hubungan Jokowi dan Prabowo Renggang

Tak Kunjung Tegaskan Diri Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Sedang Tunggu Hubungan Jokowi dan Prabowo Renggang

Nasional
Tingkatkan Kapasitas SDM Kelautan dan Perikanan ASEAN, Kementerian KP Inisiasi Program Voga

Tingkatkan Kapasitas SDM Kelautan dan Perikanan ASEAN, Kementerian KP Inisiasi Program Voga

Nasional
9 Eks Komisioner KPK Surati Presiden, Minta Jokowi Tak Pilih Pansel Problematik

9 Eks Komisioner KPK Surati Presiden, Minta Jokowi Tak Pilih Pansel Problematik

Nasional
Tak Undang Jokowi di Rakernas, PDI-P Pertegas Posisinya Menjadi Oposisi

Tak Undang Jokowi di Rakernas, PDI-P Pertegas Posisinya Menjadi Oposisi

Nasional
Bea Cukai: Pemerintah Sepakati Perubahan Kebijakan dan Pengaturan Barang Impor

Bea Cukai: Pemerintah Sepakati Perubahan Kebijakan dan Pengaturan Barang Impor

Nasional
Setelah Mahasiswa, DPR Buka Pintu untuk Perguruan Tinggi yang Ingin Adukan Persoalan UKT

Setelah Mahasiswa, DPR Buka Pintu untuk Perguruan Tinggi yang Ingin Adukan Persoalan UKT

Nasional
Jokowi Tak Diundang ke Rakernas PDI-P, Pengamat: Hubungan Sudah “Game Over”

Jokowi Tak Diundang ke Rakernas PDI-P, Pengamat: Hubungan Sudah “Game Over”

Nasional
Jokowi Tak Diundang Rakernas PDI-P, Pengamat: Sulit Disatukan Kembali

Jokowi Tak Diundang Rakernas PDI-P, Pengamat: Sulit Disatukan Kembali

Nasional
UKT Mahal, Komisi X Minta Dana Pendidikan Juga Dialokasikan untuk Ringankan Beban Mahasiswa

UKT Mahal, Komisi X Minta Dana Pendidikan Juga Dialokasikan untuk Ringankan Beban Mahasiswa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com